Nurul Ghufron, wakil Ketua KPK |
"Kami menanggapi positif ide Pak Yasonna, sebagai respons yang adaptif terhadap wabah virus COVID-19, mengingat kapasitas pemasyarakatan kita telah lebih dari 300%, sehingga penerapan social distance untuk warga binaan dalam kondisi saat ini tidak memungkinkan mereka sangat padat sehingga jaraknya tidak memenuhi syarat pencegahan penularan virus COVID-19. Ini adalah murni pertimbangan kemanusiaan," kata Nurul Ghufron (01/04/2020)
Yasonna juga mengusulkan agar napi koruptor berusia di atas 60 tahun dibebaskan dengan melakukan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai respons wabah Corona.
Yasonna mengatakan PP 99/2012 saat ini membuat beberapa jenis pidana tidak bisa dilepaskan. Dia mengatakan dibebaskannya napi terkait pandemi Corona ini dilalui lewat proses hukum. Yasonna akan mengajukan revisi PP tersebut dalam ratas bersama Presiden Jokowi.
Terkait rencana tersebut, Ghufron berharap perubahan PP didasari karena adanya pandemi. Selain itu, ia meminta perubahan PP 99/2012 itu tetap mempertimbangkan asas keadilan dan aspek pemidanaan bagi napi, khususnya napi koruptor.
"Bagaimanapun, kita tetap harus mempertimbangkan nilai kemanusiaan bagi napi, namun itu semua harus dengan perubahan PP 99/2012 tersebut yang berperspektif epidemi namun juga tidak mengabaikan keadilan bagi warga binaan lainnya dan aspek tujuan pemidanaan," ujar Ghufron.
Ghufron menampik bila pernyataannya itu dianggap mendukung Yasonna untuk membebaskan napi koruptor. Menurutnya, di tengah kondisi wabah virus Corona saat ini, memang seharusnya pertimbangan kemanusiaan lebih dikedepankan. Sebab, ia menilai para napi juga harus dijamin keselamatannya dari ancaman penularan virus Corona.
"Bukan mendukung atau tidak, ini memahami dan respon terhadap penularan virus COVID-19 itu intinya dengan pertimbangan kemanusiaan bahwa mereka juga manusia yang masih memiliki hak dan harapan hidup. Untuk itu, mereka perlu juga dipikirkan bagaimana pencegahan penularan virus COVID-19," ujar Ghufron.
"Asal tetap memperhatikan aspek tujuan pemidanaan dan berkeadilan. Ini kan bukan remisi kondisi normal, ini respons kemanusiaan sehingga kacamata kemanusiaan itu yang dikedepankan. Bagaimana itu wilayahnya Kemenkum HAM kami menghormati itu," lanjutnya.
Sebelumnya Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) mengambil langkah pencegahan virus Corona di lapas yang overkapasitas. Setidaknya akan ada 35 ribu narapidana yang akan dibebaskan berdasarkan Permenkum HAM Nomor 10 Tahun 2020 dan Keputusan Menkum HAM Nomor 19.PK.01.04 Tahun 2020. Kebijakan ini disebut Yasonna sudah mendapat persetujuan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Namun, ada beberapa jenis pidana yang tidak bisa dilepaskan karena terganjal aturan dalam PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Yasonna akan mengajukan revisi PP tersebut dalam ratas bersama Presiden Jokowi.
Perkiraan kami bagaimana merevisi PP 99 Tahun 2012 tentu dengan kriteria ketat sementara ini. Pertama, narapidana kasus narkotika dengan masa pidana 5-10 tahun dan telah menjalani 2/3 masa pidananya akan kami berikan asimilasi di rumah. Kami perkirakan 15.442 per hari ini datanya. Mungkin akan bertambah per hari. Napi korupsi usia 60 tahun ke atas yang telah menjalani 2/3 masa pidana sebanyak 300 orang. Napi tipidsus dengan sakit kronis yang dinyatakan rumah sakit pemerintah yang telah menjalani dua pertiga masa pidana 1.457 orang. Dan napi asing ada 53 orang," ungkap Menkum HAM Yasonna Laoly