Kepala BKKBN Provinsi NTB Makripuddin mengatakan, Banyak hal yang ia katakan menjadi penyebab tingginya tingkat perceraian di NTB, antara lain, faktor ekonomi, tingginya jumlah pernikahan usia dini.
tingkat pernikahan dibawah usia dini di NTB mencapai 50,8 persen berdasarkan hasil pendataan keluarga 2015.
Banyaknya jumlah pernikahan dini atau pernikahan dibawah usia 21 tahun ditengarai berkorelasi dengan tingginya tingkat perceraian. Ia memaparkan, 21,55 persen warga NTB berstatus janda dan duda."Pernikahan usia dini kita salah satu faktor yang menyebabkan perceraian," katanya
Menurutnya, pernikahan dini sangat tidak dianjurkan mengingat banyak hal yang dinilai belum disiapkan baik dari segi ekonomi, psikologi, dan kesiapan mental. Banyak dari remaja yang menikah pada usia dini belum siap mental, sehingga kata cerai kerap menjadi jalan keluar saat pertengkaran terjadi.
"Ada juga tradisi di Lombok yang kalau suami katakan seang atau cerai kepada istri maka perceraian itu terjadi," tuturnya.
Dahulu, apabila suami telah mengucapkan kata tersebut maka istri hanya mendapatkan harta bergerak seperti pakaian, piring, hingga lemari. Sedangkan, rumah dan sawah tetap menjadi milik suami. Berkembangnya jaman dan tingkat pendidikan, membuat istri saat ini berani menuntut harta gono-gini di pengadilan."Kenapa perceraian banyak karena usia muda. Lalu, struktur sosial budaya kita ada hak mutlak pada laki-laki untuk menceraikan istrinya, kalau dia keluarkan kata seang,cerai sudah," ungkapnya.
Faktor yang turut mempengaruhi tingkat perceraian di NTB ialah ekonomi. Banyaknya kepala keluarga baik suami atau istri bekerja di luar negeri sebagai TKI diyakini menjadi salah satu penyebab perceraian. Ia mengatakan, kalau di kampung-kampung gugat cerai biasanya diungkapkan pihak suami yang dipandang memiliki hak mutlak, namun berbeda dengan gugatan cerai yang terjadi di pengadilan, di mana kebanyakan dilakukan pihak istri."Kalau salah satu pergi ke Malaysia (TKI), biasanya ketahanan keluarga mereka agak rapuh, syarat-syarat keluarga yang kuat tidak terpenuhi dan menyebabkan perceraian terjadi," ucapnya.
BKKBN NTB, lanjutnya, terus menggencarkan sosialisasi kepada masyarakat NTB, termasuk para generasi muda dengan mengatakan tidak pada hubungan seks sebelum nikah, pernikahan usai dini, dan narkoba. Ia menambahkan, ketahanan keluarga merupakan salah satu fokus BKKBN, agar menghasilkan generasi yang kuat.
BKKBN NTB tentu tidak bisa bergerak sendiri melainkan juga bantuan dari instansi lain hingga para tokoh agama."Saya melihat tokoh agama sudah banyak yang bergerak. Tokoh agama sangat penting karena di Lombok tokoh agama sangat didengar kita berharap tokoh agama ikut menyuarakan agar tak terjadi perceraian," Pungkasnya
Marakanya Perceraian yang terjadi diNTB membuat statua duda dan janda di NTB meningkat dari Tahun ketahun.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi NTB mencatat, sekitar 21,55 persen masyarakat NTB berstatus janda atau duda akibat tingginya tingkat perceraian.
Kepala Perwakilan BKKBN NTB Lalu Makripuddin memaparkan dari data tersebut, sekitar 21 persen didominasi janda dan sisanya menjadi duda.
"Jumlah bercerai cukup banyak di Lombok atau NTB secara keseluruhan," terangnya kemarin
Ia menjelaskan, dari total 4.821.875 kepala keluarga di NTB, sebanyak 308.973 KK atau 21,55 persen berstatus janda atau duda dengan rincian kabupaten Lombok Timur 24,8 persen, Lombok Tengah 23,9 persen, Lombok Barat 22,0 persen, Lombok Utara 20,8, Kota Mataram 20,4 persen, Bima 18,0 persen, Dompu 16,8 persen,
Sumbawa Barat dan Sumbawa sebesar 14,1 persen.
Ia mencontohkan sekitar 1.800 kasus perceraian terjadi setiap tahunnya di Kabupaten Bima, atau sekitar 3 kasus perceraian setiap hari pada tahun lalu. Pun demikian, dengan salah satu kabupaten di Lombok yang memiliki tingkat perceraian hingga 18 kasus setiap harinya.Ipr