Gara-Gara Insentif Dipangkas, Perawat RSUD Magretti Saumlaki Mogok Kerja

SAUMLAKI - BERITA MALUKU. Gara-gara uang insentif dipangkas sepihak oleh manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) P. P. Magretti Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, para perawat nekat mogok kerja.

Tidak tanggung-tanggung, jumlah perawat yang melakukan aksi ini lebih dari seratus orang. Padahal mereka sudah mengabdikan diri bertahun-tahun di rumah sakit yang sudah dipercaya sebagai salah satu rumah sakit di Provinsi Maluku yang menangani pasien covid-19.

Informasi yang diperoleh media ini, Jumat (17/4/2020), akibat dipangkasnya uang insentif, para perawat enggan melaksanakan tugas rutinnya sehingga pelayanan publik di rumah sakit terhenti beberapa waktu lamanya lantaran para perawat ini tak kelihatan batang hidungnya untuk melayani pasien.

Aksi mogok kerja bukan saja dilakukan tenaga medis itu, namun sejumlah PNS dan pegawai kontrak daerah ikut-ikutan menggelar aksi.
Terbukti Kamis (16/4) kemarin, aksi tak terpuji ini sekitar pukul 06.00 wit hingga 11.00 wit. Untungnya, pihak manajemen rumah sakit bergerak cepat menyikapi kondisi ini – sambil berkoordiasi dengan pihak terkait termasuk pihak puskesmas desa Lorulun untuk mendatangkan perawat mengisi kekosongan tenaga perawat rumah sakit Margaretti.

Sementara itu, ketika ditelusuri ternyata hal yang mendasari tindakan mogok kerja ini adalah akibat bentuk kekecewaan terhadap insentif triwulan yang dipangkas sepihak tanpa ada persetujuan bersama dengan pihak rumah sakit. Di lain pihak, uang insentif untuk para dokter di rumah sakit ini tak dipangkas bahkan nilanya terus bertambah.

"Hal ini yang menimbulkan kecemburuan dan kekecewaan kami. Karena pihak manajemen rumah sakit tak pernah transparan," ujar salah satu perawat, yang tidak mau namanya dipublikasikan.

Perawat itu juga tak mau merinci nilai uang insentif yang dipangkas.

Direktur RSUD P. P. Magretti, dr. Fulfully Ch. E. Nuniary yang dikonfirmasi menyatakan, sebenarnya hasil pertemuan dengan Bupati Kepulauan Tanimbar, Petrus Fatlolon tentang masalah insentif ini telah disampaikan sebelumnya. Bahkan, kata dia, orang nomor satu Tanimbar ini juga telah memerintahkan pihak rumah sakit menghitung selisih insentif yang harus dibayarkan jika dikembalikan secara normal.

Sayangnya hasil pertemuan dengan kepala daerah ini tak seluruhnya disampaikan pihak manajemen hingga lini paling bawah pada rumah sakit ini, akibatnya terjadi miss komunikasi diantara kedua belah pihak.

Untuk ini, kata dia, kasus ini akan menjadi pelajaran bagi pihak manajemen rumah sakit untuk lebih professional.

Dikatakannya, jika sesuai permintaan para tenaga kesehatan ini untuk insentif mereka, dikembalikan normal seperti tahun lalu, maka pihaknya harus menyiapkan anggaran senilai Rp366 juta lebih. Dan hal ini telah disanggupi pihaknya. Namun karena tak terserap informasi ini hingga kepada para perawat yang ada, akhirnya aksi tersebut terjadi.

"Pak Bupati juga sudah menyetujui pemberian insentif bagi tenaga kontrak, khusus untuk tenaga kesehatan (nakes). Sedangkan untuk non nakes, kemungkinan akan diakomodir pada tahun depan," tandas dia.

Menurutnya, setelah aksi itu pihak RSUD kemudian mengambil langkah memanggil para pembuat aksi untuk dilakukan rapat yang juga dihadiri oleh beberapa Anggota DPRD Kepulauan Tanimbar. Dalam pertemuan tersebut, hal yang mereka sampaikan terkait isi surat yang beredar. Penyampaian tersebut disambut baik oleh pihak RSUD maupun DPRD.

"Hasil pertemuan tadi menggambarkan mis komunikasi telah kita luruskan dan juga sudah diterima oleh bapak/ibu DPRD dan akan dilakukan hering berasama pada hari Senin mendatang dengan mengundang Dinas Kesehatan, Dinas/Badan lainnya yang terkait dan akan dibahas di tingkat pengambil kebijakkan," jelasnya.

Pimpinan rumah sakit  ini berharap, dengan adanya aksi yang dilakukan kiranya menjadi pembelajaran kepada pihak menejemen. Apalagi menurutnya, dengan adanya pandemi covid 19 sekarang ini, tentunya sebagai tenaga medis tidak bisa mengelak sebagai garda terdepan dalam melakukan penanganan, dan jangan malahan membuat kepanikan kepada masyarakat lain dengan membuat aksi. Ia menambahkan, kiranya aksi ini merupakan aksi terakhir yang melibatkan kegawatdaruratan, karena gawat darurat merupakan harga mati dunia medis. (ys)

Subscribe to receive free email updates: