Jabatan Ketua KY Sebaiknya Sebaiknya Dirangkap Oleh Ketua Mahkamah Agung



Dr. Binsar M. Gultom, SH, SE, MH berpose didepan Gedung MA Spanyol

Jakarta, Info Breaking News - Sekalipun kedudukan Komisi Yudisial (KY) telah diatur dalam konstitusi UUD 1945 dan UU KY, namun dalam praktik tugas pokok dan fungsi (tupoksi) KY untuk mengawasi perilaku hakim dan memilih calon Hakim Agung, tetap sulit diberdayakan secara efektif dan professional, karena sampai sekarang belum terlihat parameter yang jelas dari KY untuk mengawasi perilaku dan kode etik hakim. Terbukti dalam praktik masih sering terjadi operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada hakim, yang seharusnya menjadi tanggung jawab KY untuk mencegah itu semua selain Mahkamah Agung (MA).

Demikian juga dalam proses seleksi calon Hakim Agung, seharusnya KY melakukan "pangkalan data" bagi kandidat Hakim Agung diseluruh satuan kerja MA di daerah untuk menjaring kader Hakim Agung yang potensial dan professional dengan track-rekordyang bagus, akan tetapi  KY justeru lebih mencari  kader dari non karier yang tidak dibutuhkan oleh MA selaku user dari Hakim Agung. 

"Akibatnya  terpaksa terjadi gugat-menggugat proses seleksi calon Hakim Agung yang seharusnya tak perlu terjadi. Bahkan KY sering melakukan intervensi terhadap teknis perkara, yang seharusnya wajib dijaga untuk memperkuat kedudukan dan martabat kekuasaan kehakiman sebagaimana diamanatkan oleh berbagai regulasi, bukan untuk memperlemah independensi hakim dalam memutus perkara." kata Binsar kepada Info Breaking News, Senin (3/6/2019 di Jakarta.

Dirjen Badilum Dr. Herri Swantoro berserta Dr. Binsar Gultom dan delegasi Indonesia di Spanyol
Menurut pengamatan yang ditemukan dilapangan, fakta tersebut terjadi disebabkan adanya satu kepincangan yang tak pernah terpikirkan sebelumnya oleh Pemerintah disaat melakukan proses seleksi terhadap Ketua dan Wakil Ketua KY yang seharusnya dipimpin secara ex officio oleh Ketua dan Wakil Ketua MA sebagaimana diterapkan secara baik dan benar dinegara-negara mancanegara. 

"Di negara manapun diseluruh dunia, Ketua dan Wakil Ketua KY itu selalu dipimpin oleh Ketua dan Wakil Ketua MA, hanya di di Negara Indonesia yang aneh, menyebabkan tidak adanya hubungan harmonisasi yang baik selama ini antara lembaga MA dengan KY." kata Pria Batak berkacamata yang kini bertugas sebagai hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Banten, dalam wawancara ekslusif dengan wartawan senior Emil Foster Simatupang, di Bulan yang penuh barokah dan penuh ampunan ini.

Hal itu semakin meyakinkan Dr. Binsar Gultom SH MH,  ketika turut serta sebagai salah satu peserta tim delegasi studi banding tentang Pelaksanaan Tata Kelola Persidangan di Pengadilan Spanyol dan Portugal bersama tim delegasi Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum (Dirjen Badilum) MA-RI yang dipimpin oleh Dirjen Badilum Dr. Herri Swantoro berdasarkan Surat Keputusan Ketua MA No. 56/KMA/SK/III/2019, tertanggal 27 Maret 2019 selama 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal 5 April sd 15 April 2019, mengetahui secara langsung mengenai eksistensi dan peranan kedudukan KY di kedua Negara tersebut begitu bagus dan seiring sejalan dengan prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka.

System peradilan yang dianut dikedua Negara tersebut sama-sama menganut system eropa kontinental (civil law system) seperti di Indonesia, namun peranan KY di kedua Negara tersebut berbeda di Indonesia. Di kedua negara tersebut justeru kehadiran KY untuk memperkuat kedudukan harkat dan martabat kekuasaan kehakiman, KY tidak boleh sama sekali mencampuri teknis peradilan, tetapi wajib menjaganya supaya bermartabat. 


Binsar Gultom bersama Wakil MA Spnyol Mr. D. Angel Juanes Peces
Menurut Wakil Ketua MA Madrid di Spanyol Mr. D. Angel Juanes Peces,Ketua dan Wakil Ketua KY selama ini dirangkap secara ex officio oleh Ketua dan Wakil Ketua MA Spanyol. Karena itu "yang bertugas melakukan pengawasan, memberikan sanksi, melakukan rekrutmen dan promosi mutasi terhadap hakim termasuk mengurusi man, money dan materill dilakukan oleh KY.

Dan tak terbantahkan bahwa di Spanyol tidak pernah terjadi OTT terhadap hakim, karena proses seleksi hakim dilakukan KY secara ketat berdasarkan kriteria yang telah terukur dan terpercaya,menyebabkan wibawa hakim  di kedua Negara tersebut cukup tinggi. Itu sebabnya usia pensiun hakim mulai dari tingkat pertama, banding dan kasasi disamaratakan menjadi 70 tahun dan masih bisa diperpanjang 2 tahun lagi asalkan yang bersangkutan dinyatakan oleh dokter masih sehat. 

Hal ini dilakukan, karena mencari kader hakim itu sangat sulit. Bukan seperti di Indonesia, sebentar-sebentar berusaha menurunkan usia para hakim, melalui perubahan undang-undang, karena jabatan hakim dianggapnya untuk mencari ladang pekerjaan.

Ironisnya, niat baik Komisioner KY ingin mencontoh tupoksi KY di Spanyol, untuk mengambil-alih kewenangan tersebut dari pundak dan tanggung jawab MA Indonesia boleh-boleh saja, namun niat baik tersebut mustahil dapat terlaksana selama Ketua dan Wakil Ketua KY tidak dirangkap secara ex officio oleh Ketua dan Wakil Ketua MA-RI. 

Kenyataannya hal tersebut menjadi harga mati, seharusnya Ketua dan Wakil Ketua KY mutlak dirangkap oleh Ketua dan Wakil Ketua MA seperti juga berlaku diberbagai mancanegara yang negaranya sudah jauh lebih maju dari pada Indonesia, bukan di isi oleh mereka yang tidak pernah menduduki jabatan Ketua dan Wakil Ketua MA yang tidak pernah sama sekali mengenal dan memahami serta mengalami secara mendalam seluk-beluk peradilan.

Saat Dirjen Badilum Dr. Herri Swantoro SH MH bersama Hakim Tinggi Dr. Binsar Gultom SH MH diwawancarai sejumlah sejumlah Jurnalist Dunia.
Karena publik ingin tetap mempertahankan eksistensi KY di Indonesia, demi menjaga harkat dan martabat peradilan sesuai visi dan misi MA supaya kedepan tercipta badan peradilan yang agung, maka sudah saatnya Pemerintah dan DPR segera mengambil sikap tegas agar pemilihan Ketua dan Wakil Ketua KY kedepan secara otomatis dipimpin oleh Ketua dan Wakil Ketua MA bidang yudisial dan non yudisial (tanpa dilakukan seleksi), kecuali terhadap anggota-anggota KY dapat diseleksi secara ketat oleh Panitia Seleksi Nasional  (Pansel) dari kalangan hakim tinggi masih aktif yang profesional, pakar akademis, pakar aparat penegak hukum dan tokoh masyarakat yang kredibel. Sehingga kelak Sekretaris MA dan jajarannya, Badan Pengawasan MA serta Dirjen-Dirjen dilingkungan MA dapat di-merger menjadi satu- kesatuan dengan KY. 


"Dengan demikian tugas MA dan para hakim dibawahnya hanyalah menerima memeriksa dan mengadili perkara dalam persidangan."ungkap Hakim yang melejit namanya saat menyidangkan kasus kematian Mirna akibat racun kopi bersianida tersebut.

Lebih lanjut Binsar menyebutkan, Hal positif kita ambil benang merahnya, jika Ketua dan Wakil Ketua KY dipimpin oleh Ketua dan Wakil Ketua MA, dengan sendirinya  pengawasan hakim pun tidak akan pernah tumpang tindih dengan tupoksi MA, begitu juga tentang rekrutmen calon hakim, promosi dan mutasi hakim termasuk pemilihan calon Hakim Agung tidak akan pernah lagi dipermasalahkan publik. Karena kinerja KY telah sepadan dan seirama dengan maksud dan tujuan MA didalam mewujudkan peradilan yang bermartabat dan agung, melalui kinerja yang transparan dan akuntabel.

Masyarakat pencari keadilan optimis kedepan, jika usul komposisi Ketua dan Wakil Ketua KY dijabat oleh Ketua dan Wakil Ketua MA, maka dengan sendirinya  sinergitas kedua lembaga itu menjadi solid untuk memperkuat kedudukan, harkat dan martabat MA dan peradilan dibawahnya menuju peradilan yang Agung. Dengan demikian tidak akan pernah terjadi lagi perselisihan antara MA dan KY yang selama ini kerap terjadi.
**** Emil Foster Simatupang.




Subscribe to receive free email updates: