Banten, Info Breaking News - Sudah terkena musibah dan penuh duka, malah masih ada oknum berprilaku lebih jahat dari binatang, karena begitu tega melakukan pemerasan terhadap keluarga korban tsunami. Biar kapok mustinya pelaku kejahatan yang model seperti ini sudah sepatutnya dihukum berat, agar kedepan menjadi pembelajaran bagi pihak lain didalam menangani musibah bencana alam.
Hal ini dilakukan oleh salah seorang staf di Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal (IKFM) RSUD Drajat Prawiranegara, Serang, Banten berinisial L memalak keluarga korban tsunami yang menerjang Banten, Sabtu, 22 Desember 2018 lalu. L diduga meminta sejumlah uang kepada keluarga korban jika ingin membawa jenazah korban tsunami pulang.
Salah satu keluarga korban tsunami yang dipungut biaya pengambilan jenazah adalah Badiamin Sinaga. Ia adalah warga Klender, Jakarta Timur. Dalam peristiwa tsunami Banten, Badiamin kehilangan tiga orang kerabatnya. Saat itu kerabatnya sedang liburan ke Pantai Carita.
Ketiga keluarga Badiamin yang menjadi korban tsunami Banten adalah Ruspin Simbolon, Leo Manulang dan seorang bayi bernama Satria.
Uang tersebut diminta sebagai pengganti biaya perawatan jenazah dan biaya ambulans. Anehnya lagi, oknum rumah sakit tersebut mengeluarkan kuitansi resmi. Sehingga pihak keluarga korban tsunami menyakini biaya pengambilan jenazah adalah resmi dari pihak rumah sakit.
Untuk mengambil ketiga jenazah tersebut Badiamin harus mengeluarkan Rp 3,9 juta untuk mengambil jenazah Ruspin Simbolon, Rp 1,3 juta untuk mengambil jenazah Leo Manulang dan Rp 800 ribu untuk mengambil jenazah Satria.
"Buktinya ada kok, ada kwitansinya," ungkap Badiamin kepada wartawan, Kamis, 27 Desember 2018.
Menanggapi kasus ini Plt Kepala Rumah Sakit dr. Derajat Prawiranegara, Sri Nurhayati menegaskan bahwa seharusnya tidak ada biaya pelayanan pengambilan jenazah. Sri akan menindaklajuti kasus ini dan menjatuhkan sanksi kepada oknum rumah sakit yang melakukan pungutan tersebut.
Saat ini oknum yang diduga terlibat kasus pengutan ini diperiksa polisi. "Yang pasti akan ditindak dan sekarang mereka diperiksa polisi terkait pungutan itu," tambah Sri.
Sri menegaskan pelayanan kesehatan terhadap korban bencana, baik dari Serang dan Pandeglang, dilakukan dengan dasar kemanusiaan selama 24 jam, baik yang luka maupun meninggal. Pelayanan ditangani secara maksimal oleh aparatur, tenaga kesehatan, dan tim dokter, baik di RSDP maupun pukesmas, tanpa membedakan status ekonomi, suku, ras dan agama.
"Terhadap pembiayaan dan kwitansi yang beredar di media massa, kami tegaskan bukan kuitansi resmi RSDP. Hal itu di luar sepengetahuan manajemen dan direksi," ujar Sri.
Sementara itu Kapolres Serang, AKBP Firman Affandi, mengaku telah memeriksa empat orang pegawai dan staf rumah sakit. Keempatnya adalah, BD sebagai kepala forensik, BY supir ambulan, FT dan AR sebagai anggota forensik rumah sakit.
"Sudah empat orang yang kita periksa, hasilnya nanti," ujar Firman.
Selain itu, polisi juga akan menggelar perkara terkait pungutan terhadap korban tsunami itu. "Nantilah, gelar perkara dulu," sambung Firman. *** Siswono.