Jakarta, Info Breaking News - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui juru sita pengganti, Dini Febrianti memanggil Jaksa Agung atas permohonan praperadilan yang di ajukan oleh Jaringan Advokasi Rakyat Indonesia. Praperadilan ini telah di ajukan pada 27 November 2018 lalu dengan register Perkara Nomor 168/Pid.Pra/PN.Jaksel 26 Desember 2018.
Permohonan praperadilan ini diajukan oleh Jaringan Advokasi Rakyat Indonesia (JARI) kepada Kejaksaan Agung karena sampai saat ini tidak melimpahkan penanganan kasus dugaan korupsi penyimpangan dana proyek pengadaan terminal gas apung (Floating Storage and Regasification Unit/FSRU) di Lampung pada tahun 2011 dan kegiatan proyek itu berlangsung hingga tahun 2014 dengan dugaan kerugian negara sebesar US$ 250 juta (Rp 3,24 triliun).
Bahwa Kasus ini berawal dari laporan Energy Watch Indonesia yang menduga adanya Setelah itu PT PGN mulai menjual gas untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik Muara Tawar di Bekasi. Namun kontrak jual-beli gas itu terhenti sejak Januari 2016 lalu hingga membuat fasilitas menjadi mangkrak. Meski begitu, PGN terus membayar biaya operasional fasilitas tersebut sehingga dinilai telah menimbulkan kerugian negara.
Pada awalnya, FSRU hendak dibangun di kawasan Belawan, Medan, Sumatera Utara, pada 2011 silam. Namun, Menteri Badan Usaha Milik Negara kala itu, Dahlan Iskan, mengganti proyek FSRU dengan revitalisasi kilang oleh PT Pertamina. Pada 2012, proyek FSRU pun dipindahkan ke Lampung dan pengerjaannya selesai dua tahun kemudian. Kemudian, pada 2014 PGN mulai menjual 40,5 juta kaki kubik gas per hari ( Million Standard Cubic Feet per Day/MMSCFD) dari FSRU Lampung ke PLN untuk dialirkan ke Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap Muara Tawar di Bekasi.
Namun, kontrak jual-beli gas dengan harga US$ 18 per MMBtu tersebut tidak dilanjutkan sejak Januari tahun 2016. Tetapi, sejak kerjasama usai, PGN terus membayar biaya sewa dan operasional FSRU.
Selain kerugian pembayaran biaya sewa dan operasional FSRU, Energy Watch Indonesia juga menilai investasi menara sandar kapal senilai US$ 100juta pada FSRU terlalu tinggi harganya. Kemudian, pembangunan jaringan pipa lepas pantai sepanjang 30 hingga 50 kilometer dari FSRU Lampung ke jaringan transmisi Sumatera Selatan-Jawa Barat, dan fasilitas penjualan pendukung lainnya sebesar US$ 150 juta, dianggap terlalu mahal harganya, penyidikan oleh Kejaksaan Agung sejak 2016 dan sudah mengumpulkan sejumlah dokumen, yakni surat kontrak asli, amandemen kontrak serta surat elektronik dari Hoegh LNG dengan PT Rekayasa Industri, yang menjadi kontraktor pembangun FSRU di Lampung dan sudah ada dua alat bukti dan banyak saksi yang di periksa oleh tim penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung dalam pengungkapan kasus tersebut.
Bahkan Dirut PGN saat itu, Hendi Prio Santoso pernah di lakukan pencekalan selama enam bulan oleh Kejaksaan Agung, namun kemudian kasus tersebut seperti masuk dalam peti es, oleh Karena itu, JARI sebagai sebagai organisasi yang berkepentingan terhadap penuntasan penanganan kasus tersebut mengajukan permohonan ke PN Jakarta Selatan meminta agar Pengadilan memerintahkan Kejaksaan Agung agar segera melimpahkan perkara dugaan korupsi Float Storage Regassification Unit (FSRU) Lampung senilai US$400 juta pada 2011 di PT Perusahaan Gas Negara yang diduga merugikan negara sebesar US$ 250 juta (Rp 3,24 triliun) paling lama dalam waktu 30 (tiga) puluh hari semenjak putusan ini berkekuatan hukum tetap. Perkara ini akan di sidangkan oleh Hakim Djoko Indiarto, SH.,MH dengan Panitera Pengganti Ferry Nita, SH. *** Wienda.