Reportase Sidang Praperadilan Polres Bantul, Alasan Salah Ketik Pasal 351 KUHP Tidak Rasional

Hakim Tunggal Evi Insiya SH MH, Meminpin Persidangan Prapid

Bantul, Info Breaking News - Sidang hari Rabu, 12 Desember 2018 permohonan praperadilan yang diajukan oleh Ketua Umum APKOMINDO (Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia), Ir. Soegiharto Santosoalias Hoky memasuki agenda pemeriksaan saksi dari Pemohon. Tidak tanggung-tanggung, Hoky menghadirkan 5 orang saksi fakta dan 1 ahli hukum pidana. Kelima saksi fakta yang memberikan keterangan itu adalah Rohman Yudi Ardianto alias Anang, Andi Riyanto, Edy Ananta, FX. Ngongo Bili alias Veri, dan Dicky Purnawibawa.Mereka semua mengungkapkan bahwa tidak mengetahui dan tidak melihat adanya tindak pidana penganiayaan oleh Hoky sebagaimana dimaksud dalam Pasal 351 KUHP yang dilaporkan oleh Ir. Faaz.

Saksi Anang, Saksi Edy, Saksi Veri dan Saksi Dicky yang berada dilokasi tempat kejadian mengungkapkan bahwa yang terjadi adalah ketegangan ataupun keributan secara verbal saja antara Hoky dengan Ir. Faaz dan tidak ada sama sekali tindak pidana penganiayaan, karena memang tidak terjadi perkelahian serta menurut keterangan Saksi Dicky kejadian hanya dalam hitungan detik saja, sedangkan Saksi Andy tidak melihat sama sekali peristiwa ketegangan tersebut, karena pada saat itu sedang tidak berada ditempat kejadian, Saksi Andy hanya mendengar cerita dari teman-teman yang masih berada ditempat kejadian, yaitu di lobby teras utama PN Bantul pada tanggal 10 Mei 2017 tahun lalu,  Ketegangan tersebut dipicu oleh umpatan keras kata-kata "Kutu Kupret" yang dilontarkan oleh Ir. Faaz kepada Hoky.
Hoky menjelaskan kepada awak media, "Sesungguhnya kata-kata penghinaan 'Kutu Kupret' telah dilakukan berulang kali oleh Sdr. Ir. Faaz sejak diruang sidangan, untuk persidangan dugaan pelanggaran hak cipta logo Apkomindo di PN Bantul tanggal 16 Maret 2017, pada saat itu saya sedang menjadi Terdakwa, kemudian Sdr. Ir. Faaz juga melakukan kata-kata penghinaan 'Kutu Kupret' melalui media sosial Facebook pada tanggal 24 Maret 2017, sesungguhnya saya juga heran untuk apa dia hadir di PN Bantul pada tanggal 10 Mei 2017, padahal tidak ada kepentingannya, apalagi PN Bantul itu jauh sekali dari kota Jakarta dimana dia tinggal, lalu untuk apa pula dia mengumpat kata-kata 'Kutu Kupret' lagi? Saya menduga memang ada niat tidak baik dia terhadap saya, bahkan dia membuat laporan palsu tentang tindak pidana penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 351 KUHP, padahal saya tidak pernah melakukan hal tersebut, serta dilokasi tempat kejadian ada CCTV nya, sehingga mudah untuk membuktikan bahwa benar bahwa laporan dia itu palsu" ungkap Hoky.
Saksi Andi Riyanto, Edy Ananta, Saksi Dicky Purnawibawa dan Saksi  FX. Ngongo Bili alias Veri  pada Sidang Praperadilan di PN Bantul
Sementara Dr. G. Widiartana, S.H, M.Hum,Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta hadir sebagai ahli hukum pidana yang diajukan oleh Pemohon. Dalam keterangannya, Widiartana mengungkapkan bahwa ketika dalam relaas panggilan sudah dicantumkan secara jelas tindak pidana yang disangkakan adalah tindak pidana penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 351 KUHP, maka tidak rasional jika Termohon mengubah pasal yang disangkakan menjadi Pasal 352 KUHP. "Menurut saya tidak rasional jika sudah ada relaas panggilan dengan dugaan melanggar Pasal 351 KUHP, kemudian dikatakan ada kesalahan ketik dimana menurut Termohon yang seharusnya adalah Pasal 352 KUHP. Terlebih sebelumnya laporan Sdr. Ir. Faaz sudah jelas sekali Pasal 351 KUHP, lalu saksi-saksi juga sudah diperiksa dengan Pasal 351 KUHP serta Terlapor saat diperiksa dengan dugaan penganiayaan Pasal 351 KUHP, selanjutnya Terlapor telah menerima Surat panggilan dan ditetapkan sebagai Tersangka penganiayaan Pasal 351 KUHP, sehingga itu tidak  Rasional, selain dari itu jika Termohon ingin menggunakan Pasal 352 KUHP, maka seluruhnya harus diulang dari awal, artinya Pelapor harus membuat laporan baru dengan Pasal 352 KUHP" ujar Widiartana.
Terkait dengan alat bukti, Widiartana mengatakan bahwa di dalam Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 yang di maksud dengan bukti permulaan yang cukup adalah laporan polisi ditambah dengan 2 alat bukti sah yang lain. "Dengan rumusan seperti itu menurut saya mengaburkan LP (Laporan Polisi) sebagai bukti surat," ungkap Widiartana. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa alat bukti petunjuk menjadi kewenangan hakim, bukan penyidik. "Merujuk Pasal 188 ayat (2) KUHAP petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa. Ini harus dilihat persesuaiannya yang juga bersifat kumulatif. Karena ada keterangan terdakwa, maka yang bisa menggunakan bukti petunjuk bukan penyidik," jelasnya.
Ahli hukum Dr. G. Widiartana, S.H, M.Hum pada Sidang Praperadilan di PN Bantul
B. Hengky Widhi A. SH., MH., Selaku Kuasa Hukum Hoky mengatakan, "Sebelumnya dalam jawaban Termohon yang disampaikan Selasa, 11 Desember 2018 terungkap bahwa Termohon dalam mencantumkan pasal dalam surat panggilan terhadap Hoky menyatakan telah salah ketik penetapan Tersangka dengan pasal 351 KUHP. Yang seharusnya dalam surat panggilan tertulis Pasal 352 KUHP, namun dalam surat panggilan tertulis Pasal 351 KUHP. Dalam hal ini saya sangat setuju dengan pendapat Ahli hukum Pidana, karena sejak awal laporan, lalu saat pemeriksaan saksi-saksi, kesemuanya telah mengacu kepada dugaan adanya tindak pidana penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 351 KUHP, bahkan Pemohon awalnya juga diperiksa sebagai saksi dengan Pasal 351 KUHP dan ditetapkan sebagai tersangka Pasal 351 KUHP, jadi benar itu tidak  Rasional jika alasan Termohon salah keitk dan benar jika ingin menggunakan Pasal 352 KUHP harus diulang dari awal lagi" tegas Hengky
Sidang akan dilanjutkan Kamis, 13 Desember 2018 dengan agenda pemeriksaan saksi dari Termohon. Rencananya Termohon akan mengajukan 2 orang saksi fakta. Termohon tidak mengajukan saksi ahli hukum pidana karena menurut Termohon hal itu sudah masuk ke dalam pokok perkara, padahal sebelumnya Termohon menggunakan keterangan ahli hukum pidana sebagai salah satu alat bukti untuk menetapkan Hoky sebagai Tersangka, Sehingga baik Hengky maupun Hoky memohon agar ahli hukum pidana yang telah di BAP di Polres Bantul dihadirkan pada persidangan, namun pihak Termohon tetap menyatakan tidak akan menghadirkan ahli hukum Pidana, meskpiun Hakim Evi Insiyati SH., M.H. yang menyidangkan Praperadilan Perkara Nomor: 3/Pid.Pra/2018/PN Btl telah turut menyampaikan bahwa pihak Pemohon dalam persidangan menyampaikan kepada Termohon untuk dapat menghadirkan ahli hukum pidana dari pihak Termohon. *** Mil.

Subscribe to receive free email updates: