BERITA MALUKU. Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Sjarief Widjadja meminta nelayan di Maluku Utara (Malut) untuk tidak menggunakan bahan peledak dan bahan kimia saat menangkap ikan, karena dapat merusak terumbu karang.
"Terumbu karang merupakan tempat berkembang biak ikan, sehingga kalau rusak otomatis ikan akan punah dan imbasnya nelayan akan kesulitan untuk mendapatkan ikan," katanya di Ternate, Selasa (29/8/2017).
Dirjen juga meminta para nelayan di Malut untuk tidak menggunakan alat tangkap pukat hela, karena alat tangkap seperti itu selain merusak terumbu karang, juga akan menjaring ikan-ikan kecil, sehingga menutup peluangnya untuk tumbuh besar dan berkembang biak.
Keberadaan hutan bakau di pesisir pantai, kata Dirjen, harus pula dijaga kelestariannya karena hutan bakau menjadi pemijahan ikan dan berbagai biota laut lainnya seperti udang dan kepiting.
Menurut Dirjen, pemerintah terus memberikan berbagai bantuan kepada nelayan, seperti kapal ikan dan jaring, tetapi bantuan itu tidak akan memberi manfaat bagi nelayan kalau tidak ada lagi ikan laut yang bisa ditangkap.
"Jadi konsep keberlangsungan dalam pemanfaatan potensi ikan harus menjadi pegangan nelayan dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan, karena kalau tidak maka nelayan tidak bisa akan mendapat jaminan kelangsungan penghasilan dari hasil laut," katanya.
Dirjen mendorong Pemprov Malut dan pemerintah kabupaten/kota lainnya di daerah ini untuk membuat peraturan daerah mengenai pemanfaatan perairan laut.
Dalam perda itu, kata Dirjen, mengatur kawasan perairan yang menjadi konservasi, kawasan penangkapan ikan untuk kapal tradisional dan kawasan penangkapan ikan untuk kapal berukuran besar.
"Adanya perda seperti itu akan memungkinkan untuk melakukan pelestarian ikan atau biota laut lainnya di kawasan konservasi, sehingga keberlangsungan hidup ikan akan terjaga dan ini sudah dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia, seperti Lampung Timur," katanya.
"Terumbu karang merupakan tempat berkembang biak ikan, sehingga kalau rusak otomatis ikan akan punah dan imbasnya nelayan akan kesulitan untuk mendapatkan ikan," katanya di Ternate, Selasa (29/8/2017).
Dirjen juga meminta para nelayan di Malut untuk tidak menggunakan alat tangkap pukat hela, karena alat tangkap seperti itu selain merusak terumbu karang, juga akan menjaring ikan-ikan kecil, sehingga menutup peluangnya untuk tumbuh besar dan berkembang biak.
Keberadaan hutan bakau di pesisir pantai, kata Dirjen, harus pula dijaga kelestariannya karena hutan bakau menjadi pemijahan ikan dan berbagai biota laut lainnya seperti udang dan kepiting.
Menurut Dirjen, pemerintah terus memberikan berbagai bantuan kepada nelayan, seperti kapal ikan dan jaring, tetapi bantuan itu tidak akan memberi manfaat bagi nelayan kalau tidak ada lagi ikan laut yang bisa ditangkap.
"Jadi konsep keberlangsungan dalam pemanfaatan potensi ikan harus menjadi pegangan nelayan dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan, karena kalau tidak maka nelayan tidak bisa akan mendapat jaminan kelangsungan penghasilan dari hasil laut," katanya.
Dirjen mendorong Pemprov Malut dan pemerintah kabupaten/kota lainnya di daerah ini untuk membuat peraturan daerah mengenai pemanfaatan perairan laut.
Dalam perda itu, kata Dirjen, mengatur kawasan perairan yang menjadi konservasi, kawasan penangkapan ikan untuk kapal tradisional dan kawasan penangkapan ikan untuk kapal berukuran besar.
"Adanya perda seperti itu akan memungkinkan untuk melakukan pelestarian ikan atau biota laut lainnya di kawasan konservasi, sehingga keberlangsungan hidup ikan akan terjaga dan ini sudah dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia, seperti Lampung Timur," katanya.