BERITA MALUKU. Karena tidak ada etikat baik dari Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) untuk mencari jalan keluar terkait penyelesaian tanah seluas 350 hektar, kuasa hukum dari pemilik tanah Frits Hosea Gaspar Pooroe akan menggungat Pemerintah Daerah Kabupaten MBD serta pihak yang menyerahkan tanah tersebut kepada Pemkab MBD.
"Kami sudah siap untuk menggungat Pemda Kabupaten MBD maupun sebaliknya pihak yang menyerahkan ke pemda MBD terkait hak kepemilikan tanah dari klien kami yang sekarang ini dikuasai oleh pemkab MBD, ke Pengadilan Negeri (PN) Saumlaki," ujar Jopie S. Nasarany, SH selaku kuasa hukum dari FHG Pooroe, kepada wartawan di Ambon, Rabu (5/4/2017).
Dijelaskan, proses penyelesaian kepemilikan tanah seluas 350 hektar ini sudah dilakukan sejak tahun 2011 lalu melalui surat-surat yang disampaikan kepada pemerintah daerah maupun DPRD Kabupaten MBD, serta pemerintah provinsi Maluku.
Berdasarkan surat tersebut, kata Jopie, pemerintah provinsi Maluku kemudian membuat telaah untuk menyarankan kepada pemerintah MBD agar secapatnya menyelesaikan permasalahan lahan Tiakur seluas 350 hektar milik dari FHG Pooroe.
Namun sayangnya tidak ada kelanjutan dari telaah yang disampaikan pemprov Maluku, sehingga pada september 2016, pihaknya mencoba melakukan pertemuan dengan pemda MBD yang dihadiri langsung oleh Bupati Barnabas Orno, Seketaris Daerah dan beberapa SKPD terkait.
Dirinya mengakui, dalam pertemuan tersebut pihaknnya diminta untuk tidak melakukan upaya hukum letigasi dalam artian tidak mengajukan gugatan terkait dengan masalah hak kepemilikan lahan ke PN Saumlaki. Tetapi akan diupayakan untuk proses penyelesaian secara kekeluargaan.
"Kita sebagai kuasa hukum dari klien kami selaku pemilik lahan merespon hal tersebut dengan menyampaikan kepada pemda MBD bahwa tujuan kita kesini dalam upaya hukum non letigasi. Kemudian kita mencoba membuat pendapat hukum yang disampaikan tujuan kita untuk bersama-sama dengan pemerintah MBD dalam mencari solusi terhadap proses penyelesaian lahan trsebut, yang kemudian dikuasai oleh pemkab MBD, yang sekarang sudah dijadikan sebagai ibukota kabupaten," ucapnya.
Karena tidak ada tindak lanjut dari janji yang disampaikan Pemd MBD, lanjut Jopie, pada tanggal 16 Febuari 2017, pihaknya kembali lagi bertemu dengan pemkab MBD untuk menyampaikan pendapat hukum. Namun sayangnya tidak ada proaktif dari pemkab MBD, malah menyarankan untuk menggungat ke PN Saumlaki.
"Kita menyampaikan kepada pemkab MBD sebelum ini disampaikan, kita sudah siap untuk itu. Cuma karena diminta jangan dulu, sehingga kita hadir untuk menyampaikan pendapat hukum. Tapi karena tidak respon yang baik oleh Pemkab MBD, maka kami sudah siap untuk menggungat pihak yang menyerahkan ke pemda dan Pemda MBD itu sendiri terkait dari hak kepemilikan dari klien kami yang sekarang ini dikuasai oleh pemkab MBD," ungkapnya.
Dirinya menambahkan, sebelum menyiapkan proses gugatan pihaknya sudah membuat laporan polisi terhadap orang-orang yang kemudian mengklaim dan menguasai lahan yang merupakan milik dari FHG Pooroe.
"Namun sayangnya, sampai saat ini proses laporan yang disampaikan terkesan berjalan lambat sehingga kedepan kita akan mencoba menyurati pihak polres MBD untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) kepada kita. Sehingga bisa mengetahui perkembangan dari persoalan ini yang sementara diproses," pungkasnya.
Tak hanya itu, dirinya juga mengakui ada anggota tim Polres MBD yang bertindak bukan sebagai aparat penegak hukum tetapi bertindak sebagai pembawa pesan dari orang-orang yang menguasai lahan.
"Setelah kita konfirmasi kepada yang bersangkutan, dia menyampaikan hal tersebut karena perintah dari kapolres MBD, Jhon Uniplaita," terangnya.
Walaupun demikian, pihaknya sudah bersepakat dengan kliennya untuk menggungat pihak yang menyampaikan kepada pemkab MBD dan Pemkab MBD itu sendiri di PN Saumlaki," tegasnya.
"Kami sudah siap untuk menggungat Pemda Kabupaten MBD maupun sebaliknya pihak yang menyerahkan ke pemda MBD terkait hak kepemilikan tanah dari klien kami yang sekarang ini dikuasai oleh pemkab MBD, ke Pengadilan Negeri (PN) Saumlaki," ujar Jopie S. Nasarany, SH selaku kuasa hukum dari FHG Pooroe, kepada wartawan di Ambon, Rabu (5/4/2017).
Dijelaskan, proses penyelesaian kepemilikan tanah seluas 350 hektar ini sudah dilakukan sejak tahun 2011 lalu melalui surat-surat yang disampaikan kepada pemerintah daerah maupun DPRD Kabupaten MBD, serta pemerintah provinsi Maluku.
Berdasarkan surat tersebut, kata Jopie, pemerintah provinsi Maluku kemudian membuat telaah untuk menyarankan kepada pemerintah MBD agar secapatnya menyelesaikan permasalahan lahan Tiakur seluas 350 hektar milik dari FHG Pooroe.
Namun sayangnya tidak ada kelanjutan dari telaah yang disampaikan pemprov Maluku, sehingga pada september 2016, pihaknya mencoba melakukan pertemuan dengan pemda MBD yang dihadiri langsung oleh Bupati Barnabas Orno, Seketaris Daerah dan beberapa SKPD terkait.
Dirinya mengakui, dalam pertemuan tersebut pihaknnya diminta untuk tidak melakukan upaya hukum letigasi dalam artian tidak mengajukan gugatan terkait dengan masalah hak kepemilikan lahan ke PN Saumlaki. Tetapi akan diupayakan untuk proses penyelesaian secara kekeluargaan.
"Kita sebagai kuasa hukum dari klien kami selaku pemilik lahan merespon hal tersebut dengan menyampaikan kepada pemda MBD bahwa tujuan kita kesini dalam upaya hukum non letigasi. Kemudian kita mencoba membuat pendapat hukum yang disampaikan tujuan kita untuk bersama-sama dengan pemerintah MBD dalam mencari solusi terhadap proses penyelesaian lahan trsebut, yang kemudian dikuasai oleh pemkab MBD, yang sekarang sudah dijadikan sebagai ibukota kabupaten," ucapnya.
Karena tidak ada tindak lanjut dari janji yang disampaikan Pemd MBD, lanjut Jopie, pada tanggal 16 Febuari 2017, pihaknya kembali lagi bertemu dengan pemkab MBD untuk menyampaikan pendapat hukum. Namun sayangnya tidak ada proaktif dari pemkab MBD, malah menyarankan untuk menggungat ke PN Saumlaki.
"Kita menyampaikan kepada pemkab MBD sebelum ini disampaikan, kita sudah siap untuk itu. Cuma karena diminta jangan dulu, sehingga kita hadir untuk menyampaikan pendapat hukum. Tapi karena tidak respon yang baik oleh Pemkab MBD, maka kami sudah siap untuk menggungat pihak yang menyerahkan ke pemda dan Pemda MBD itu sendiri terkait dari hak kepemilikan dari klien kami yang sekarang ini dikuasai oleh pemkab MBD," ungkapnya.
Dirinya menambahkan, sebelum menyiapkan proses gugatan pihaknya sudah membuat laporan polisi terhadap orang-orang yang kemudian mengklaim dan menguasai lahan yang merupakan milik dari FHG Pooroe.
"Namun sayangnya, sampai saat ini proses laporan yang disampaikan terkesan berjalan lambat sehingga kedepan kita akan mencoba menyurati pihak polres MBD untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) kepada kita. Sehingga bisa mengetahui perkembangan dari persoalan ini yang sementara diproses," pungkasnya.
Tak hanya itu, dirinya juga mengakui ada anggota tim Polres MBD yang bertindak bukan sebagai aparat penegak hukum tetapi bertindak sebagai pembawa pesan dari orang-orang yang menguasai lahan.
"Setelah kita konfirmasi kepada yang bersangkutan, dia menyampaikan hal tersebut karena perintah dari kapolres MBD, Jhon Uniplaita," terangnya.
Walaupun demikian, pihaknya sudah bersepakat dengan kliennya untuk menggungat pihak yang menyampaikan kepada pemkab MBD dan Pemkab MBD itu sendiri di PN Saumlaki," tegasnya.