Koordinator Asosiasi Kuwu Seluruh Indramayu (AKSI) Kecamatan Anjatan Asmono menjelaskan, kewajiban membentuk BUMDes merupakan amanat Undang-undang Desa Nomor 6 Tahun 2014. Tujuannya untuk mengelola potensi desa secara kolektif guna meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
Pemerintah pusat melalui Kementerian Desa RI pun mengalokasikan sebesar 20 persen dari dana desa (DD) untuk pemberdayaan BUMDes. Jika desa belum memiliki BUMDes, pencairan dana desa untuk alokasi pemberdayaan masyarakat dikhawatirkan bakal distop.
"Alokasi anggarannya ada sekitar 20 persen dari DD untuk pemberdayaan yang bisa dikelola oleh BUMDes. Kalau tidak ada BUMDes, dikhawatirkan anggaran untuk pemberdayaan itu bisa saja distop," terang dia usai Rapat Koordinasi tingkat Kecamatan Anjatan, Jumat (21/10).
Menghindari kekhawatiran itu, pihaknya mengajak para kuwu untuk segera membentuk BUMDes sesuai prosedur yang berlaku. Yakni melaksanakan musyarawarah pembentukan, membuat Berita Acara (BA), AD/ART, menyusun kepengurusan sampai menerbitkan Peraturan Desa tentang BUMDes.
Ajakan ini menyusul masih banyaknya desa yang belum membentuk BUMDes. Menurut Asmono yang juga Kuwu Desa Anjatan Utara ini, apabila sebuah desa memiliki BUMDes yang dikelola secara baik, maka sudah pasti desa tersebut akan berkembang lebih baik ke depannya.
Seperti di Desa Anjatan Utara, BUMDes memiliki unit usaha peternakan kambing dan pengelolaan sampah yang dikelola masyarakat. Sedangkan di Desa Lempuyang, BUMDes bergerak di bidang jasa pembayaran rekening listrik, telepon, speedy, pulsa, token dan sebagainya.
Berdasar UU Desa pasal 87 ayat 3 jelas disebutkan, ruang usaha yang bisa dilakukan BUMDes adalah menjalankan usaha bidang ekonomi dan atau pelayanan umum. Artinya, BUMDes dapat menjalankan pelbagai usaha, mulai dari pelayanan jasa, keuangan mikro, perdagangan, dan pengembangan ekonomi termasuk UED-SP dan lainnya. (Radar/WD)