"SANTRI DAN PANGGILAN AL-QURAN"
Oleh: Ust. Jauhar Ridloni Marzuq
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَـٰتَلُونَ بِأَنَّهُمۡ ظُلِمُواْۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ نَصۡرِهِمۡ لَقَدِيرٌ
"Telah diizinkan [berperang] bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu." (QS Al-Hajj: 39)
Saat turun Surat Al-Hajj: 39 yang mengizinkan kaum Muslimin untuk berperang melawan kezaliman Kafir Quraisy, terjadi sebuah peristiwa unik di salah satu rumah Sahabat Anshar.
Adalah Sa'ad bin Khaitsamah dan ayahnya Khaitsamah bin Haris yang berebut ingin menjawab/memenuhi panggilan suci itu, padahal salah satu di antara keduanya harus tetap di rumah menjaga para wanita dan anak-anak yang ada di keluarga mereka.
Karena tidak ada yang mau mengalah, Rasulullah SAW pun mengundi untuk keduanya. Hasil undian menunjukkan Sa'ad ikut berperang, dan sang ayah harus tetap di rumah menjaga keluarga.
Namun sang ayah belum menerima begitu saja. "Wahai anakku, dahulukan ayahmu ini untuk keluar (berjihad)," pinta Khaitsamah.
"Tidak, Ayah! inilah adalah panggilan untuk saya ke surga," jawab Saad. "Aku akan mendahululkanmu dalam perkara lain, tapi tidak untuk perkara ini."
Sang Ayah akhirnya mengalah. Saad pun pergi berperang bersama Rasulullah SAW di Padang Badar. Ia syahid. Seruan Al-Quran telah ia jawab dengan sempurna. Sementara ayahnya, Khaitsamah, baru bisa memenuhi panggilan jihad itu pada Perang Uhud. Menyusul anaknya, Khaitsamah pun gugur bersama puluhan syuhada Muslim lainnya.
Begitulah potret keimanan para Sahabat, SANTRI yang diasuh langsung oleh Rasulullah SAW. Sekali diseru oleh Al-Quran, berebutlah mereka untuk menjawab panggilan.
Bukan malah saling menghindar dengan mengeluarkan ribuan alasan: Alasan tidak ada yang mengetahui maknanya kecuali Allah lah; multi tafsir lah; bukan itu yang dimaksud lah; konteksnya hanya untuk zaman Nabi lah; tidak sesuai dengan HAM lah; dan lain sebagainya.
Ribuan alasan dibuat, yang intinya adalah INGIN MENGHINDAR DARI SERUAN DAN PERINTAH AL-QURAN.
Lihatlah betapa jauhnya keadaan SANTRI DAHULU dan SANTRI SEKARANG.
Santri zaman dulu bersikap lemah lembut kepada saudara seiman, sementara kita, santri zaman ini, malah saling menghujat dan merendahkan. Santri dahulu keras terhadap kaum kafir dan kekafiran, santri saat ini malah mengagungkan dan membela mati-matian tokoh kekufuran dan musuh keimanan. Jika masih seperti ini, bagaimana mungkin santri bisa menjadi kunci kegemilangan peradaban Islam?
SELAMAT HARI SANTRI NASIONAL, 22 OKTOBER 2016.
SANTRI SEJATI ADALAH YANG BERGEGAS MENJAWAB SERUAN AL-QURAN.