Mendagri Gamawan Fauzi Terbitkan SE yang Melarang Pengangkatan Eks Napi jadi Pejabat Struktural

Mendagri Gamawan Fauzi Terbitkan SE yang Melarang Pengangkatan Eks Napi jadi Pejabat Struktural HorasSumutNews.com - Berita SE yang Melarang Pengangkatan Eks Napi jadi Pejabat Struktural Terkini Terbaru Hari Ini - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menerbitkan Surat Edaran yang melarang pengangkatan mantan narapidana menjadi pejabat struktural. Surat itu diterbitkan mengingat banyaknya pegawai negeri sipil (PNS) yang telah menjalani hukuman diangkat kembali dalam jabatan struktural. Berita Daerah, Nasional, Menteri - Menteri Indonesia,

HorasSumutNews.com - Berita SE yang Melarang Pengangkatan Eks Napi jadi Pejabat Struktural Terkini Terbaru Hari Ini - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menerbitkan Surat Edaran yang melarang pengangkatan mantan narapidana menjadi pejabat struktural. Surat itu diterbitkan mengingat banyaknya pegawai negeri sipil (PNS) yang telah menjalani hukuman diangkat kembali dalam jabatan struktural.

Surat bernomor 800/4329/SJ tanggal 29 Oktober 2012 tersebut ditujukan kepada semua Gubernur dan Bupati/Walikota. Gamawan mengingatkan, sebelum mengambil keputusan mengangkat PNS ke dalam jabatan struktural, para kepala daerah harus merujuk dan mempedomani peraturan perundang-undangan.

Seperti, UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, PP No. 4 Tahun 1966 tentang Pemberhentian/Pemberhentian Sementara Pegawai Negeri, PP No. 44 Tahun 2011 tentang Pemberhentian PNS, PP No. 13 Tahun 2002 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural, dan PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.

Sehububungan dengan semangat reformasi, pemberantasan korupsi, dan tindak pidana jabatan lainnya, Gamawan menginstruksikan, terhadap PNS yang telah menjalani hukuman karena melakukan tindak pidana korupsi atau kejahatan jabatan lainnya agar tidak diangkat dalam jabatan struktural.
"Hal ini dimaksudkan untuk mendorong percepatan reformasi birokrasi dan semangat pemberantasan korupsi. Kami yakin bahwa masih banyak pegawai negeri sipil lain di daerah yang berprestasi, kompeten, jujur, dan bersih," terang Gamawan sebagaimana dikutip dalam Surat Edaran yang juga ditembuskan kepada Presiden.
Mendagri berharap tidak ada lagi mantan narapidana yang kembali diangkat dalam jabatan struktural. Juru Bicara Kemendagri Reydonnyzar Moenek mengatakan, Surat Edaran itu berlaku surut. "Iya, artinya sudah bisa menjadi dasar untuk mencopot bagi yang sudah terlanjur dipromosikan," ujarnya kepada hukumonline, Selasa (30/10).
Surat Edaran itu terbit setelah masyarakat menyoroti pengangkatan kembali mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Bintan, Azirwan sebagai Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan di Provinsi Kepulauan Riau. Azirwan adalah terpidana korupsi alih hutan lindung di Bintan yang dihukum pidana 2,5 tahun penjara.

Selain dihukum 2,5 tahun penjara, September 2008, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan pidana denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan penjara kepada Azirwan. Azirwan dinyatakan terbukti menyuap anggota Komisi IV DPR dari fraksi PPP, Al Amin Nasution dan dijerat Pasal 5 ayat (1) UU Tipikor.

Namun, Azirwan telah mengundurkan diri dari jabatan barunya terhitung sejak 22 Oktober 2012. ICW mencatat masih ada sembilan mantan narapidana yang kembali diangkat menjadi pejabat di Kepulauan Riau dan Riau. Mereka merupakan terpidana kasus korupsi yang divonis kurang dari empat tahun penjara.

Beberapa diantaranya adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perhubungan Lingga Iskandar Ideris, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Lingga Dedy ZN, Kepala Satpol PP Lingga Togi Simanjuntak, Kepala Badan Arsip dan Perpustakaan Lingga Jabar Ali, Kepala Bidang Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah Lingga Badoar Hery.

Salah Kaprah
Surat Edaran Mendagri yang melarang pengangkatan mantan narapidana menjadi pejabat struktural dianggap tidak tegas. Anggota Badan Pekerja ICW Emerson Yuntho menyatakan, selain melarang pengangkatan mantan narapidana menjadi pejabat, seharusnya Surat Edaran itu menegaskan pemecatan terhadap PNS koruptor.
Sesuai ketentuan UU Pokok-Pokok Kepegawaian, PNS yang melanggar janji atau sumpah jabatan dan menjadi terpidana dapat diberhentikan dengan tidak hormat. Menurut Emerson, hal itu sudah dapat dijadikan dasar untuk memecat PNS koruptor. Namun, kerap kali terjadi salah kaprah dalam mendefinisikan Pasal 23 ayat (3).
"Coba cek, Pasal 23 ayat (3) UU Kepegawaian, bahasanya diancam, bukan dihukum. Ini siasat Kemendagri. Pasal 23 ayat (5) jelas menyebutkan, PNS dapat diberhentikan dengan tidak hormat apabila dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap," jelasnya.
 
UU Pokok-Pokok Kepegawaian

Pasal 23 ayat (3) huruf b: Pegawai Negeri Sipil dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan karena dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman hukumannya kurang dari 4 (empat) tahun.
Pasal 23 ayat (5) huruf c: Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat karena dihukum penjara  atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.

Frasa"tindak pidana kejahatan dengan ancaman hukuman kurang dari empat tahun" ini sering disalahartikan dan disamakan dengan lamanya masa pidana. Padahal, sudah jelas "ancaman pidana" dan "lama masa pidana" berbeda arti. Mayoritas pasal korupsi, ancaman pidana maksimalnya lebih dari empat tahun penjara.
Dengan demikian, berapapun hukumannya, PNS yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan putusan berkekuatan hukum tetap harus diberhentikan dengan tidak hormat. Emerson berpendapat, tidak ada satu pun alasan mendasar untuk memberikan kesempatan kepada PNS koruptor untuk kembali menjadi PNS.
"Bahkan setelah menjalani hukumannya, tidak ada alasan PNS koruptor kembali menjadi PNS atau memperoleh jabatan seperti semula atau bahkan dipromosikan dalam jabatan struktural. Ini menunjukan mulai terjadi pergesaran dari sikap zero tolerance terhadap koruptor menjadi 100 persen tolerance terhadap koruptor," tutur Emerson.

Subscribe to receive free email updates: