Di Hari Santri, Purwakarta Wajibkan Penggunaan Kain Sarung Setiap Hari Jum’at

SJO, PURWAKARTA - Puncak Peringatan Hari Santri Nasional tingkat Kabupaten Purwakarta hari ini Sabtu (22/10) berlangsung di Taman Pesanggrahan Padjadjaran atau Alun-alun Purwakarta setelah pada Kamis (20/10) berlangsung lomba Qiroatul Kutub atau Membaca Kitab Kuning yang dihelat di Pendopo Bale Paseban kabupaten setempat.

Momentum peringatan Hari Santri tahun ini dijadikan oleh Pemerintah Kabupaten Purwakarta untuk mencanangkan kewajiban penggunan kain sarung dan peci hitam bagi pelajar dan pegawai di kabupaten yang terkenal dengan julukan kota santri tersebut pada setiap hari Jum'at.

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi dalam sambutannya mengungkapkan alasan pemberlakuan kebijakan baru ini. Menurut Bupati yang tengah menjalani masa jabatan untuk periode yang kedua tersebut, sarung merupakan identitas keislaman nusantara sehingga penggunaan sarung ia nilai akan membangkitkan suasana pesantren dan nilai-nilai santri di kalangan para pelajar dan pegawai pemerintahan.

"Sarungan itu khas Indonesia, khas nusantara, di Sunda ada istilah samping atau sinjang untuk sarung, di Jawa mungkin istilahnya berbeda, begitu pun Makasar, Bali dan Kalimantan. Semua memiliki kekhasannya tersendiri. Kesamaannya satu, tetap sarungan. Maka sarung dalam hal ini merupakan simbol persatuan bangsa". Jelas Dedi.

Selain itu, karena menjadi simbol persatuan bangsa, Bupati yang akrab disapa Kang Dedi tersebut juga mengatakan bahwa sarung telah menjadi spirit perlawanan terhadap kolonialisme bangsa asing. Menurut dia, menggunakan sarung sama saja dengan menginternalisasi nilai-nilai nasionalisme.

"Perang melawan kolonialisme dulu itu digerakan oleh kaum sarungan. Ini luar biasa, nasionalisme mereka tidak perlu dipertanyakan lagi. Mereka tegak menegakan kedaulatan bangsa Indonesia". Tandas Dedi.

Sementara bagi pelajar dan pegawai non muslim seperti Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu, Pemerintah Kabupaten Purwakarta mempersilakan mereka mengenakan sarung khas Indonesia atau pakaian yang melambangkan nilai spiritualitas agamanya masing-masing

Pembelakuan kebijakan menggunakan kain sarung setiap hari Jum'at ini juga berbarengan dengan permberlakuan kebijakan belajar Baca Tulis Al Qur'an, Qiro'ah, dan Kitab Kuning dan Kitab lain sesuai dengan ajaran agama yang dianut oleh pelajar Purwakarta per 1 Desember 2016 mendatang.

Sementara itu, Rais Syuriah Pengurus Cabang Nahdhatul 'Ulama Purwakarta Kiai Abun Bunyamin mengatakan. Momentum Hari Santri kali ini harus menjadi spirit untuk mengaplikasikan Resolusi Jihad yang dicetuskan oleh Hadratusy Syaikh Hasyim Asy'ari saat mempertahankan Indonesia dari rongrongan penjajah.

Menurut dia, hakikat Resolusi Jihad tersebut adalah kepemimpinan dan persatuan sebagaimana filosopi sarung yang dikemukakan oleh Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi.

"Kalau dulu generasi Hadratusy Syaikh berjuang melawan kolonialisme. Hari ini sudah saatnya para santri berdikari, melawan penjajahan ekonomi, budaya dengan mempererat persatuan dan kepemimpinan. Santri bukan hanya pemimpin bagi dirinya, tetapi juga pemimpin bagi masyarakat". Pungkas Kiai Abun. (*)

Subscribe to receive free email updates: