Kongres AS pada Rabu, 29 September 2016, menyetujui undang-undang yang akan memungkinkan para keluarga korban yang tewas dalam serangan tahun 2001 di Amerika Serikat untuk mencari ganti rugi dari Pemerintah Saudi.
"Erosi atas kekebalan berdaulat akan memiliki dampak negatif pada semua negara, termasuk Amerika Serikat," kata pernyataan resmi Pemerintah Saudi yang disampaikan melalui kantor berita negara SPA.
Saudi sempat mendiamkan masalah tersebut selama satu hari sebelum akhirnya mengeluarkan pernyataan tersebut.
Kementerian Luar Negeri Arab Saudi menyatakan harapan mereka bahwa Kongres AS akan memperbaiki undang-undang tersebut untuk menghindari konsekuensi serius yang tidak diinginkan yang mungkin terjadi. Namun tak ada penjelasan, apa konsekuensi serius yang mereka maksud.
Proses JAFTA sudah berjalan selama beberapa lama di AS. Sebagian rakyat AS mencurigai keterlibatan Arab Saudi dalam kasus serangan teroris pada 9 September 2001 yang menewaskan hampir 3.000 orang. Kecurigaan itu muncul karena 15 orang dari 19 pelaku adalah warga negara Saudi. Pemerintah Saudi membantah tudingan tersebut.
Meski Pemerintah Saudi telah membiayai kampanye dan lobi-lobi agar undang-undang tersebut digagalkan, namun Kongres AS mementahkan harapan tersebut. Sehari setelah AS mengumumkan undang-undang tersebut, riyal Saudi jatuh terhadap dolar AS di pasar valuta asing berjangka.
Analis Saudi mengatakan, pengesahan undang-undang tersebut bisa memengaruhi perdagangan bilateral dan investasi dengan sekutu utama. Uni Emirat Arab juga menyampaikan, kekhawatirannya dengan keputusan AS.
Melalui tweet-nya, Anwar Gargash, Menteri Luar Negeri UEA, menyebut tindakan Kongres AS sebagai "preseden yang berbahaya dalam hukum internasional yang bisa merongrong prinsip kekebalan berdaulat dan masa depan investasi berdaulat di Amerika Serikat. - Viva