Hakim Agung Tuada Bawas MA dan Jubir MA, Dr. Andi Samsan Nganro, SH, MH bersama Pimpinan Umum Media Online Digital Breaking News Grup, Emil F Simatupang. |
Jakarta, Info Breaking News – Munculnya kasus pencopotan jabatan Panitera yang dilakukan secara paksa oleh Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Sulawesi Utara, Arif Supratman kini menjadi buah bibir hangat di kalangan masyarakat terutama para praktisi hukum.
Perbuatan melenceng Arif yang menyakiti Panitera Satriyo Prayitno, SH, MH dinilai telah merusak nama penegak hukum.
Seperti diberitakan sebelumnya, Arif mencabut jabatan Satriyo sebagai seorang Panitera yang bertugas di PT Sulut. Usut punya usut, Arif menjatuhkan hukuman tersebut dengan merujuk pada Surat Keputusan (SK) Mahkamah Agung tahun 2009 yang sesungguhnya tak lagi berlaku alias tidak valid lantaran sudah digantikan dengan PP 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS yang juga mengatur tata cara dan wewenang Penjatuhan Hukuman Disiplin.
Sementara viral berita penderitaan alm.Satryo inipun sampai ke seantero jagat peradilan membuat banyak pihak hingga istana kepresidenan memberikan perhatian khususnya agar pihak yang berkompeten segera memberi sanksi terberat atas tindakan penyimpangan yang diduga kuat dilakukan Arif sebagai KPT Sulut yang sangat tidak seperti namanya arif itu.
Bahkan Hakim Agung karier Dr.Andi Samsan Nganro, SH MH, yang merupakan Ketua Muda Kamar Pengawasan MA menanggapi secara serius persoalan KPT Sulut ini. "Saya akan segera memanggil dan memeriksa nya,sehingga tau betul apakah termasuk pelanggaran ringan,sedang atau beratnya,mohon agar bersabar dan memberi kan kesempatan bagi MA untuk kasus ini" Kata Andi Samsan kepada wartawan, Selasa, 14 Juli 2020 di Jakarta, dimana Andi penuh prihatin karena juga merupakan jubir MA yang dikenal sangat familiar dikalangan media.
Sebagai sosok yang sudah dipercaya menjadi Ketua suatu Lembaga peradilan, Arif seharusnya lebih tahu bahwa mereka yang memegang NIP wajib tunduk dan patuh pada PP No. 53 tahun 2010 tersebut. Namun, dengan sadar dia justru melakukan perbuatan yang semena-mena dengan mencopot jabatan Satriyo. Aksi ini sudah jelas cacat hukum karena dilakukan tanpa dasar yang kuat dan merujuk pada peraturan yang tak lagi berlaku,
Lebih lanjut, kasus ini juga ikut mencoreng nama mendiang Satriyo yang tak pernah di BAP atas kesalahan apa, tidak pernah diberi surat teguran, tidak pernah ada tim yang dibentuk untuk memeriksa pelanggaran.
Arif sebagai Ketua lebih dari semua orang seharusnya yang paling tahu bahwa ia seharusnya memberi arahan bukan untuk membunuh secara perlahan.
Surat Keputusan Pencopotan Jabatan Satriyo yang dibuat oleh Arif dengan merujuk pada SK MK tahun 2009 yang notabene sudah tidak berlaku |
Dari isi keputusan saja sudah dapat dirasakan betapa kejamnya dan bencinya Arif terhadap almarhum. Lagipula berdasarkan peraturan, tidak ada lagi aturan yang bisa mencopot kedudukan jabatan seorang PNS selain PP No. 53 tahun 2010. Ketua PT Sulut jelas-jelas tidak mematuhi perintah dan main hakim sendiri.
Mengapa Arif masih menggunakan SK MA? Ini artinya dia tidak tahu aturan dan bertindak sewenang-wenang dalam menerbitkan SK yang bukan kewenangannya.
Atas dasar hal tersebut, Mahkamah Agung diminta untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap Arif yang secara lancang mengeluarkan SK tanpa seizin MA. Arif harus ditindak secara tegas sebelum muncul masalah lainnya dan jadi besar kepala.
Keluarga besar almarhum bahkan meminta Presiden Joko Widodo untuk memecat Arif yang terbukti melanggar kode etik dan bertindak semena-mena menabrak aturan pemerintah yakni PP No. 53 tahun 2010.
Permasalahan yang menjerat Ketua PT Manado ini pun sudah sampai ke telinga Mahkamah Agung. Juru Bicara MA, Dr. H. Andi Samsan Nganro, SH, MH mengaku pihaknya kini tengah menindaklanjuti laporan terkait dan sedang dalam tahap pemeriksaan. ***Emil F. Simatupang