Ali Fikri, Juru Bicara Bidang Penindakan KPK |
Jakarta, Info Breaking News - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil tiga saksi untuk diperiksa pada kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung atau MA yang menjerat mantan Sekretaris MA Nurhadi.
Tiga Saksi itu adalah ibu rumah tangga bernama Diastuti Herfini, notaris bernama Musa Daulay, dan Pimpinan KJPP Hari Utomo dan Rekan Hari Purwanto.
"Yang bersangkutan, akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka HS (Hiendra Soenjoto)," kata Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri, dalam keterangannya, Kamis (30/4).
Belum diketahui apa yang akan didalami kepada tiga saksi tersebut. Namun, teranyar KPK tengah menelisik aliran dana dan proses pengajuan gugatan praperadilan pada perkara itu.
Proses penelusuran itu dilakukan melalui permintaan keterangan dari seorang saksi dari unsur swasta bernama, David Muliono dan advokat bernama Mahdi Yasin pada Kamis (16/4).
Pada perkara itu, KPK telah menetapkan tiga tersangka, yakni Nurhadi, menantunya Rezky Herbiyono, dan Direktur Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
Ketiganya telah ditetapkan ke dalam daftar DPO oleh KPK pada Kamis (13/2). Langkah itu diambil lantaran ketiganya kerap mangkir dari panggilan pemeriksaan.
Bersama Resky, Nurhadi diduga kuat telah menerima suap penanganan perkara dan gratifikasi berupa sembilan lembar cek dengan total Rp46 miliar dari Hiendra.
Nurhadi diduga telah menerima uang dari berbagai sumber. Pertama, berasal dari penangan kasus perdata PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) atau PT KBN, dan perkara perdata saham di PT MIT.
Dalam penanganan perkara itu, Hiendra diduga meminta memuluskan penanganan perkara Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Kasasi Nomor: 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT KBN.
Kedua, pelaksanaan eksekusi lahan PT MIT di lokasi milik PT KBN oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar dapat ditangguhkan.
Selain itu, Nurhadi juga diminta Hiendra untuk menangani perkara sengketa saham PT MIT yang diajukan dengan Azhar Umar. Hiendra diduga telah memberikan uang sebesar Rp33,1 miliar kepada Nurhadi melalui Resky. Penyerahan uang itu dilakukan secara bertahap, dengan total 45 kali transaksi.
Beberapa transaksi juga dikirimkan Hiendra ke rekening staf Resky. KPK menduga, penyerahan uang itu sengaja dilakukan agar tidak mencurigakan penggelembungan pengiriman uang. Sebab, nilai transaksi terbilang besar
Sedangkan penerimaan gratifikasi, Nurhadi diduga telah menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp12,9 miliar melalui Resky. Uang tersebut, diperuntukan memuluskan penanganan perkara terkait sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA dan permohonan perwalian. Uang itu diterima Nurhadi dalam rentang waktu Oktober 2014 hingga Agustus 2016.
Sebagai pihak penerima, Nurhadi dan Resky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Hiendra sebagai pihak pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Ketiganya kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) lantaran kerap mangkir saat dipanggil baik sebagai saksi maupun tersangka. Meski demikian, ketiganya tengah mengajukan gugatan praperadilan di PN Jakarta Selatan.*** Armen Foster