Mobil yang membawa Pak Jokowi saat ibu kota baru di Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur |
Satuan Kerja Kantor Menteri Negara PPN/Bappenas menyiapkan paket dengan kode 6740199 bernama Penyusunan Rencana Induk dan Strategi Pengembangan Ibu Kota Negara (Master Plan Ibu Kota Negara). Paket ini disiapkan pada 24 Maret 2020.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, langkah yang dilakukan pemerintah, dalam hal ini Bappenas tidak memiliki sensitivitas terhadap wabah virus corona dan krisis ekonomi.
"Harusnya belajar dari Malaysia, waktu pemindahan ibu kota dari Kuala Lumpur ke Putra Jaya bengkak biayanya karena krisis finansial tahun 1998," kata Bhima Selasa (14/4/2020).
Sementara di tahun 2020 ini, lanjut Bhima, Indonesia tengah menghadapi dua krisis sekaligus, krisis kesehatan dan krisis ekonomi. Artinya situasi ini sudah menambah beban anggaran negara.
"Defisit bengkak jadi Rp 850 triliun dalam satu tahun anggaran. Kalau ibu kota jalan terus, ibarat proyek mubazir. Multiplier effectnya kecil, dampak langsung ke daya beli juga tidak terasa."
"Saran saya kongkrit saja mulai dari uang perencanaan Rp 85 miliar dan lelang terkait persiapan lainnya, dipindahkan untuk membiayai penanganan kesehatan dan stimulus UMKM," tutur Bhima.
Saat ditemui Menteri PUPR Basuki Hadimuljono juga mengatakan belum ada rapat pemerintah mengenai kelanjutan proyek tersebut. Namun, ia memastikan proyek tersebut tidak ada kemungkinan untuk dibatalkan.
"Kalau batal mungkin enggak ya, tapi sampai sekarang belum ada rapat membicarakan ibu kota baru, belum ada anggaran dana yang dibicarakan. Yang jelas bahwa belum ada rapat-rapat tentang ibu kota baru, yang bisa memutuskan Bapak Presiden karena beliau yang sampaikan di DPR," ujar Basuki *** Nadya Emilia