Tangerang, Info Breaking News – Menteri BUMN Erick Thohir membantah tudingan yang menyebut dirinya telah menerima suap sebesar Rp 100 miliar dari kasus Jiwasraya.
Erick menilai tuduhan tersebut merupakan teriakan dari oknum perampok Jiwasraya yang mulai ketakutan karena proses hukum sudah dimulai.
"Mohon maaf sekarang banyak diplesetkan. Dibilang Pak Jokowi yang ngambil, istana dibilang ngambil. Jangan-jangan ini terbalik. Jangan-jangan yang teriak-teriak ini ketakutan dibongkar," kata Erick Thohir ketika ditemui saat mengunjungi korban banjir di Teluk Naga, Tangerang, Minggu (5/1/2020).
Erick mengaku dirinya heran mengapa namanya ikut terseret kasus Jiwasraya, padahal sejak menjabat jadi menteri 4 bulan silam, pihaknya gencar bersih-bersih dan kerjasama dengan menteri lain pun tengah kompak-kompaknya.
"Saya dengar minggu depan Istana, KPK, BUMN, akan didemo dibilang saya mengambil uang. Saya bingung orang saya baru datang (ke BUMN), kita mau bersih-bersih," ungkapnya.
"Saya dengar minggu depan Istana, KPK, BUMN, akan didemo dibilang saya mengambil uang. Saya bingung orang saya baru datang (ke BUMN), kita mau bersih-bersih," ungkapnya.
"Nah ini kan saya enggak tahu mungkin juga ada oknum-oknum yang gerah, yang selama ini menjarah Jiwasraya sekarang proses hukum sudah mulai masuk (berjalan)," imbuh dia.
Terkait kasus ini, Erick pun menjelaskan bahwa hukum bukan lagi berada di bawah kewenangannya maupun kewenangan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Namun, dirinya memastikan bahwa nasabah Jiwasraya akan mendapat kewajibannya kembali secara bertahap.
"Ada banyak skema yang kita lakukan. Intinya apa? Pemerintah Jokowi mencari solusi dan bertanggung jawab tidak melarikan diri. Tapi kalau dituduh, dibilang kita yang rampok, ya saya rasa teman-teman tahu lah siapa yang ngerampok," tutur dia.
Sebelumnya diberitakan, Menteri BUMN Erick Thohir dituduh menerima dana sebesar Rp 100 miliar- Rp 200 miliar dari Jiwasraya. Diketahui, kasus Jiwasraya ramai dibahas sejak Menteri BUMN Rini Soemarno mendapat laporan dari direktur yang baru ditunjuk pertengahan tahun 2018, Asmawi Syam. Laporan itu terkait adanya cadangan kerugian dalam jumlah besar yang belum dihapusbukukan dan dibiarkan OJK dan KAP.
Publik pun tidak tahu selama datanya disimpan erat perusahaan. Rumitnya, kerugian itu terjadi melalui pembelian saham di publik yang baru diketahui saat saham akan dijual kembali untuk membayar kewajiban. Karena tak dilaporkan, banyak yang merasa dikelabui termasuk akuntan publiknya. Rini lalu menugaskan BPKP melakukan audit ulang pada Desember 2018 dan ditemukan fraud pada sisi investasi. Sejak saat itu, beredar nama-nama pelaku dan laporan keuangannya dikoreksi yang berakibat nilai kerugian 2019 menembus angka Rp 13,6 triliun. ***Winda Syarief