Jakarta, Info Breaking News – Keputusan Presiden Joko Widodo untuk tidak menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait UU KPK dinilai dilakukan untuk menghormati Mahkamah Konstitusi (MK).
"Ini sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan Presiden kepada MK sebagai kekuasaan lembaga yudikatif yang memiliki legitimasi konstitusional," ujar pakar hukum pidana Indriyanto Seno Adji di Jakarta, Minggu (3/11/2019).
Indriyanto menyebut Presiden memiliki diskresi penuh untuk memutuskan bahwa jalur legitimasi melalui putusan MK adalah pilihan dengan legalitas yang sempurna. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika seluruh komponen yang berkepentingan menunggu hasil pemeriksaan yang masih berlangsung serta putusan MK yang sifatnya final dan mengikat.
Meskipun Perppu merupakan hak prerogatif Presiden yang bersifat subjektif, Indriyanto menilai penerbitan Perppu KPK tetap akan menjadi tidak konstitusional lantaran keberadaannya tidak memenuhi syarat kondisi "kegentingan yg memaksa" sesuai syarat Pasal 22 UUD 1945 dan Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009.
"Tidak ada kegentingan yang memaksa, yang mengharuskan Presiden menerbitkan Perppu," paparnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa secara substansial, dengan ada atau tidak UU KPK yang baru, penegakan hukum masih tetap berjalan. Proses penyelidikan dengan operasi tangkap tangan (OTT), penyidikan, penuntutan, hingga proses di pengadilan tetap memiliki legitimasi proyustitia.
"Jadi, tidak benar pandangan yang mengatakan bahwa UU KPK yang baru ini adalah bentuk pelemahan (terhadap KPK). Anggapan seperti itu bentuk misleading opini publik," pungkas dia. ***Raymond Sinaga