Prof. Dr. Otto Cornelius Kalis, SH MH & Putri Tercinta Artis Veliove Vexia |
Sukamiskin Bandung, Info Breaking News - Seiring terungkapnya borok busuk yang selama ini ditubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dampaknya secara hukum sudah dirasakan oleh dunia hukum dan bukan lagi dunia persilatan yang semua target bisa dicapai karena kuatnya unsur like this like oleh sekelompok orang yang selama ini bertoipengkan lembaga anti rasyah, dan akibatnya satu persatu Tuntutan jaksa KPK pada berguguran.
Demiikian mukadimah Tulisan Hukum Prof. Otto Cornelis Kaligis, menyambut vonis bebas Sofyan Basir.
Sukamiskin Bandung. Senin 4 Nopember 2019.
1. Syafruddin Arsyad Tumenggung. Ketua BPPN. Hasil audit BPK tahun 2002 dan 2006. Tidak ada kerugian negara dalam penjualan aset BDNI.Baik Mahkamah Agung maupun Kejaksaan Agung sepakat bahwa yang dipakai standard kerugian negara dalam kasus korupsi hanya Badan Pemeriksa Keuangan. Bukan badan investagasi lainnya, seperti misalnya akuntan, Badan Pengawas dan lain sebagainya. Yang berwewenang menjual adalah menteri keuangan. Bukan ketua BPPN. Banyak obligor sengaja menghindar, kecuali Syamsul Nursalim yang dengan itikad baik memenuhi kewajibannya. Dalam perkara ini para penambak udang yang dirugikan seharusnya didengar kesaksiannya. Karena merugikan jaksa KPK, mereka diabaikan, tidak didengar kesaksiannya.
Syafruddin Tumenggung berawal divonis 13 tahun. Hakim Pengadilan Tinggi menambah menjadi 15 tahun. Hakim Agung di Mahkamah Agung, mengvonis bebas. Seperti kebiasaan. Sebelum dijerat sebagai tersangka, KPK sebagaimana lazimnya membangun opini melalui medsos. Semua fakta fakta persidangan yang menguntungkan terdakwa dikesampingkan. Tuntutan kopi paste dakwaan. Kebiasaan hakim mengikuti tuntutan. Kalau tidak riwayat hidup, jejak rekam kekayaan, disadap, diberitakan secara negatif di medsos. Sejumlah pakar hukum memberi pendapat dalam satu buku, kumpulan pendapat mereka, mengenai kasus Syfruddin Arsyad Tumenggung. Mereka mendukung, dan memberi pendapat, bahwa seharusnya kasus BLBI yang telah memberi release and discharge kepada BDNI milik Syamsul Nursalim tidak dibawa kerana Pidana. Kasus ini seharusnya diungkap secara obyektif, bukan berdasarkan sumber berita yang asalnya datangnya sepihak. Sumber hanya dari KPK atau ICW.
"Saya mengucapkan selamat bebas. Jangan berhenti berjuang sebagai pimpinan BUMNmelawan ketidak adilan."
Peradilan paska lengsernya hakim agung Artidjo. Dapat dimengerti kalau banyak korban yang mengajukan PK. Kalau menelaah putusan Artidjo, pasti semua ahli hukum dan praktisi akan menemukan vonis Artidjo tanpa pertimbangan hukum. Pokoknya asal vonis yang lebih berat atau sama dengan tuntutan Jaksa KPK. Bukan hanya Prof. Yusril yang berpandangan miring terhadap vonis vonis Artidjo, bahkan ex Ketua Mahkamah Konstitusi DR. Hamdan Zoelva pernah di Medsos membuat pernyataan bahwa sejumlah vonis Artidjo harus dieksaminasi, diulas ulang. Alasannya.: Karena vonis vonis Artidjo tidak mencerminkan putusan berdasarkan Keadilan. Baik dalam kasus ex Ketua DPD Irman Gusman, maupun dalam kasus Syafruddin Tumenggung, sejumlah pakar pidana membuat rangkuman pendapat hukum terhadap perlakuan yang tidak adil terhadap mereka sehingga mereka mesti diadili dalam satu sidang perkara pidana. Rangkuman pendapat hukum mereka dibukukan sebagai referensi pendapat hukum dalam kasus kasus korupsi.
Buku tersebut wajib dijadikan bahan diskusi, untuk sampai kepada kesimpulan sejauh mana penegakkan hukum yang berkwalitas keadilan, diterapkan didunia peradilan Indonesia. Bandingkan dengan pendapat pendapat Hoge Raad yang sering dijadikan ajuan pertimbangan vonis yang berkwalitas keadilan. Padahal banyak putusan Hoge Raad tersebut, diputus sebelum Indonesia Merdeka, dan masih berlaku sebagai pertimbangan ilmu hukum sampai saat ini. Di era paska Artidjo nampaknya hakim agung di Mahkamah Agung mulai berani memutus secara adil, sehingga banyak permohonan Peninjauan Kembali, yang dikabulkan. Bahkan saya mencatat sudah ada putusan PK kedua, ditahun 2019, yang dikabulkan oleh Mahkamah Agung dengan putusan bebas. Putusan PK kedua. PK kedua yang dimajukan oleh terpidana Taufhan
Ansar Nur dan Ir. Abdul Azis Siadjo Putusan PK kedua nomor 53/Pid.Sus /2019 atas putusan PK pertama nomor MA 242 PK/Pid.Sus/2016 atas nama . Ir. Bakri Makka. Selanjutnya PK kedua yang dimajukan oleh terpidana pemohon Ir. Toto Kuntjoro Kusuma. Putusan PK kedua, Putusan nomor 214 PK/Pid.Sus/2019 atas putusan PK pertama Putusan nomor 28 PK/Pid.Sus/2014. Putusan inipun dikabulkan dengan membebaskan Ir. Toto Kuntjoro Kusuma.
"Jauh sebelum pihak KPK menargetkan diri saya, sesungguhnya bukan sekali dua kali saya digunakan oleh pak Sofyan Basir sebagai kuasa hukumnya, karena itulah sejak awal saya sudah bilang sama semua pihak, bahwa kasus itu sangat dipaksakan, padahal sudah tau bahwa pembiayaan proyek PLTU itu bukan dari dana negara, jadi bagaimana cara berpikirnya itu mereka di KPK tentang kerugian negara, sedangkan proyek itu bukan dari anggara negara, Terlalu dipaksakan. Sekarang mereka terpukul dan harus malu lah, nyatanya klien saya bebas." pungkas Ayah tercinta artis cantik Velove Vexia ini.*** Mil.