Politisi Golkar Agun Gunanjar Putranto |
"Saya berniat ingin maju jadi caketum karena dilandasi oleh semangat ketua penyelenggara, yang dalam awal rapat dia menyampaikan bahwa dia menjamin bahwa penyelenggaraan munas hari ini akan berlangsung secara demokratis," kata Agun kepada Info Breaking News, Rabu (27/11).
Ia berharap, proses pemilihan ketum itu bisa berjalan seperti saat Munas Golkar di Bali, 2016 lalu. Saat itu, seluruh bakal calon akan melewati proses penjaringan, debat kandidat, hingga pemungutan suara langsung di bilik suara.
"Siapa yang mencapai angka 30 persen dari dukungan suara itulah yang lolos ke tahap pemilihan selanjutnya setelah ditetapkan dari bakal calon. Setelah ditetapkan jadi calon, baru maju," jelasnya.
Pada Munas Golkar di Bali 2016 lalu, dua kandidat yang tersisa adalah Setya Novanto dan Ade Komarudin alias Akom. Namun, Akom memilih mundur dan menjadikan Setya Novanto Ketum Golkar saat itu.
Meski banyak kandidat yang mendaftarkan diri sebagai bakal calon ketua umum, namun biasanya nama-nama tersebut akan mengerucut menjadi dua jelang munas. Agun mengaku belum memutuskan untuk memilih atau tidak, jika nantinya nama kandidat yang berhak maju di munas hanya tinggal Airlangga Hartarto dan Bambang Soesatyo (Bamsoet).
"Saya punya persyaratan baik untuk AH atau pun BS. Yang jelas, prinsipnya, saya akan tetap berada di rumah Golkar, saya akan komitmen 100 persen untuk memajukan Golkar dan memenangkan Golkar di 2024," kata Agun.
"Tentunya saya juga minta keduanya untuk fokus selama lima tahun ke depan memimpin Partai Golkar," imbuhnya.
Namun, jika nantinya ia harus memilih misalnya mundur dari pencalonan karena tak memenuhi syarat didukung 30 persen pengurus, Agun mengaku akan memberikan suara kepada sosok yang bisa menjalin komunikasi politik dengan berbagai elemen di Golkar.
Membangun komunikasi politik yang baik, maksud Agun adalah sosok caketum yang tidak memecat sejumlah pengurus dan memilih Plt pengurus di daerah.
"Tapi kalau semangatnya sudah saling cedera mencederai, mem-Plt-kan orang, menggantikan orang, menghentikan orang, ya kalau memang langkah-langkah seperti itu masih terus dilakukan, ya bagaimana saya bisa mendukungnya," tegasnya.
Di pertengahan Juli 2019 lalu, Bamsoet menuding banyak pengurus DPD yang khawatir akan dipecat atau di-Plt-kan oleh Airlangga jika mendukungnya menjadi caketum. Salah satunya adalah Ketua DPD Golkar DKI Jakarta dan enam Ketua DPD II Bali yang posisinya ditempati Plt, bukan pejabat definitif.
Padahal, menurut Bamsoet, Ketua DPD II Golkar idealnya dipilih oleh pengurus kecamatan melalui musyawarah pimpinan daerah, bukan lewat campur tangan ketum yang langsung memilih Plt Ketua DPD I dan DPD II Golkar. Akibatnya, kata Bamsoet saat itu, pengurus daerah merasa kewenangan mereka dibelenggu oleh DPP.
"Tapi walaupun dia yang terpilih, saya akan tetap di Golkar, saya akan tetap di luar, saya akan tetap mengkritisi dan menyelamatkan Golkar daripada selalu terpuruk," pungkas Agun Gunanjar.*** Mil.