AMBON - BERITA MALUKU. Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Ambon menggelar aksi unjuk rasa di Gedung DPRD Provinsi Maluku, di kawasan Karang Panjang, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, Selasa (19/3).
Dalam aksi unjuk rasa ini, para pendemo mendesak pemerintah untuk melegalkan minuman keras (miras) jenis sopi di Maluku. "Kami (GMKI) mendesak pemerintah, baik pusat, provinsi dan kabupaten/kota untuk segera melegalkan sopi. Sopi bisa membawa keuntungan bagi daerah, jika diekspor ke luar negeri. Jangan ada yang menghalang-halangi agar sopi bisa dilegalkan," kata Koordinator Lapangan (Korlap), Edowardo Sopaheluwakan saat berorasi di pelataran depan Kantor DPRD Provinsi Maluku. Menurut dia, memproduksi serta menjual sopi sudah menjadi mata pencaharian sebagian masyarakat di Maluku. Selain itu, lanjut Sopaheluwakan, sopi juga merupakan minuman khas masyarakat di daerah berjulukan raja-raja ini. "Kami bisa menyelesaikan sekolah hanya dengan sopi, karena memang orang tua kami yang memproduksi dan menjualnya. Banyak warga Maluku yang sukses, lantaran sopi. Maka itu, kami minta untuk segera dilegalkan," teriak dia. GMKI, kata Sopaheluwakan, berharap DPRD Provinsi Maluku periode 2019-2024 bisa fokus membahas masalah sopi pada Prolegda. "Kami minta masyarakat Maluku jangan mau didokrin dengan kalimat "konflik kerap terjadi di tengah masyarakat Maluku karena sopi. Ini sama saja menghina, melecehkan dan melacurkan simbol adat masyarakat Maluku," tegas dia. Wakil Ketua Komisi D DPRD Provinsi Maluku, Johan Rahatoknam saat menerima para pendemo mengatakan, saat ini Peraturan Daerah (Perda) sopi sudah sampai ke Kementerian Dalam Negeri. "Kita sudah menyampaikan perda ini kepada Kemendagri untuk dipelajari. Nanti kita lihat, apakah perda ini akan diterima, atau dikembalikan untuk diperbaiki, kami belum tahu," tandas Johan. Namun sayangnya, pada saat menggelar pertemuan antara Rahatoknam dan para pendemo di ruang rapat paripurna, terjadi kericuhan. Kericuhan ini dipicu oleh pernyataan anggota DPRD Provinsi Maluku dapil Kota Tual, Kabupaten Maluku Tenggara dan Kepulauan Aru ini yang menyatakan, bahwa dirinya harus berangkat ke Tual, untuk melaksanakan tugas pengawasan. "Ayo kita keluar saja," teriak para pendemo sambil keluar dari ruang rapat paripurna. Tidak puas, para pendemo kemudian melanjutkan aksinya di depan kantor DPRD, namun setelah Sekretaris DPRD Provinsi Maluku, Bodewin Wattimena, menjelaskan alasan metidakhadiran anggota DPRD Provinsi Maluku di kantor, para pendemo akhirnya membubarkan diri dengan tertib.
Dalam aksi unjuk rasa ini, para pendemo mendesak pemerintah untuk melegalkan minuman keras (miras) jenis sopi di Maluku. "Kami (GMKI) mendesak pemerintah, baik pusat, provinsi dan kabupaten/kota untuk segera melegalkan sopi. Sopi bisa membawa keuntungan bagi daerah, jika diekspor ke luar negeri. Jangan ada yang menghalang-halangi agar sopi bisa dilegalkan," kata Koordinator Lapangan (Korlap), Edowardo Sopaheluwakan saat berorasi di pelataran depan Kantor DPRD Provinsi Maluku. Menurut dia, memproduksi serta menjual sopi sudah menjadi mata pencaharian sebagian masyarakat di Maluku. Selain itu, lanjut Sopaheluwakan, sopi juga merupakan minuman khas masyarakat di daerah berjulukan raja-raja ini. "Kami bisa menyelesaikan sekolah hanya dengan sopi, karena memang orang tua kami yang memproduksi dan menjualnya. Banyak warga Maluku yang sukses, lantaran sopi. Maka itu, kami minta untuk segera dilegalkan," teriak dia. GMKI, kata Sopaheluwakan, berharap DPRD Provinsi Maluku periode 2019-2024 bisa fokus membahas masalah sopi pada Prolegda. "Kami minta masyarakat Maluku jangan mau didokrin dengan kalimat "konflik kerap terjadi di tengah masyarakat Maluku karena sopi. Ini sama saja menghina, melecehkan dan melacurkan simbol adat masyarakat Maluku," tegas dia. Wakil Ketua Komisi D DPRD Provinsi Maluku, Johan Rahatoknam saat menerima para pendemo mengatakan, saat ini Peraturan Daerah (Perda) sopi sudah sampai ke Kementerian Dalam Negeri. "Kita sudah menyampaikan perda ini kepada Kemendagri untuk dipelajari. Nanti kita lihat, apakah perda ini akan diterima, atau dikembalikan untuk diperbaiki, kami belum tahu," tandas Johan. Namun sayangnya, pada saat menggelar pertemuan antara Rahatoknam dan para pendemo di ruang rapat paripurna, terjadi kericuhan. Kericuhan ini dipicu oleh pernyataan anggota DPRD Provinsi Maluku dapil Kota Tual, Kabupaten Maluku Tenggara dan Kepulauan Aru ini yang menyatakan, bahwa dirinya harus berangkat ke Tual, untuk melaksanakan tugas pengawasan. "Ayo kita keluar saja," teriak para pendemo sambil keluar dari ruang rapat paripurna. Tidak puas, para pendemo kemudian melanjutkan aksinya di depan kantor DPRD, namun setelah Sekretaris DPRD Provinsi Maluku, Bodewin Wattimena, menjelaskan alasan metidakhadiran anggota DPRD Provinsi Maluku di kantor, para pendemo akhirnya membubarkan diri dengan tertib.