Saksi Dewan Pembina UTA'45 Rudyono Darsono di Pengadilan Negeri Jakarta Utara
Jakarta, Info Breaking News - Saksi Ketua Dewan Pembina Universitas 17 Agustus 1945 Rudyono Darsono di Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Jalan Gaja Mada No.17, Jakarta Pusat, Rabu (12/12/2018) berapi-api menjawab semua pertanyaan Majelis Hakim yang diketuai hakim Tugiyanto S.H., M.H.
Saat ditanya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fedrick Adhar, S.H. apakah dalam kasus tersebut pernah ada komunikasi tentang perdamaian, saksi Rudyono menjawab "Pak jaksa semua jalan tertutup bahkan keluar kata-kata dari salah satu tim terdakwa mengatakan hakim mana berani menahan Tedja Widjaja."
Mendengar jawaban tersebut, kuasa hukum terdakwa Tedja pun protes sedangkan majelis hakim menegur JPU Fedrik.
Majelis mempertanyakan mengapa JPU menanyakan hal tersebut kepada saksi. Alhasil, majelis hakim pun segera menutup persidangan agar pernyataan yang diungkapkan saksi tersebut tidak melebar terlalu jauh. Sidang lanjutan pun dijadwalkan akan digelar pada pekan depan.
Persidangan bergulir terkait kasus penjualan dan penggelapan Aset UTA'45 yang dilakukan oleh terdakwa Tedja Widjaja. Saksi Rudyono Darsono didengarkan keterangannya oleh majelis hakim sebagai saksi pelapor yang mengetahui seluruh kejahatan terdakwa Tedja Widjaya. Semua pertanyaan baik oleh majelis hakim dan Jaksa Penuntut Umum dijawab secara jelas.Rudiyono juga menjelaskan telah diterbitkan lima akta jual beli lahan Yayasan UTA'45 atas nama terdakwa Tedja Widjaya.
Dua dari lima akta yang ada diterbitkan atas nama pribadi Tedja Widjaya dan istrinya. Sedangkan tiga akta lainnya menggunakan nama PT. Graha Mahardikka yang mana direktur utamanya adalah terdakwa Tedja Widjaya. Namun demikian, akta jual beli tersebut diterbitkan tetapi tidak disertai dengan pembayaran.
"Saudara saksi, bagaimana bisa terjadi pembuatan akta jual beli jika tidak disertai dengan pembayaran?" tanya hakim.
Rudyono pun menjelaskan kedua akta jual beli tersebut diterbitkan atas nama terdakwa Tedja Wijaya dengan istrinya lantaran sebelumnya terdakwa Tedja Widjaya pernah menjanjikan pembayaran secara kontan kepada saksi
"Dan akhirnya kami terbitkan dua akta jual beli atas nama tedakwa dan istrinya karena pembicaraan sebelumnya akan dibayar tunai. Terdakwa katanya sudah menyediakan dana Rp 100 miliar di banknya tapi sampai detik ini belum dilakukan pembayaran," kata saksi Rudiyono.
Terbitnya tiga akta atas nama PT. Graha Mahardikka sendiri adalah atas pernyataan terdakwa. Tedja Widjaya selaku Dirut PT. Graha Mahardikkalah menyebut perusahaan itulah yang diharapkan untuk menopang membiayai operasional Yayasan UTA '45. Ia bahkan membuat pernyataan tertulis terkait hal tersebut diatas materai tertanggal 13 Juli 2011 atas nama PT. Graha Mahardikka yang ditandatangani oleh terdakwa Tedja Widjaya.
"Isi dari pernyataan itu diantaranya PT. Graha Mahardikka akan mengambil alih seluruh tanggung jawab dan kewajiban PT. Bangun Archatama atas perjanjian No.117 pada tanggal 26 April 2006 dibuat perjanjian dihadapan notaris Misardi Wilamarta. Bahwa dengan keterlambatan pelaksanaan kewajiban berdasarkan perjanjian tersebut, perseroan berkewajiban untuk melakukan pembayaran sejumlah uang yang diakibatkan adanya inflasi keuangan pada waktu itu Rp 5,2 miliar dan pembayaran akan dibayar selambat-lambatnya 20 Desember 2013," jelas Rudyono.
"Untuk meyakinkan kami waktu itu, terdakwa melalui ibu Ayu meberikan uang Rp 16 juta untuk pengurusan bank garansi. Kami saling percaya bahkan menyerahkan sepenuhnya kepada terdakwa keputusan memilih bank untuk tempat penyimpanan uang yang akan diberikan pembayaran tanah tersebut. Tetapi dengan tiba-tiba dia mengatakan bahwa dialah yang akan mengurus bank garansi. Oleh karena perkataannya itulah kami tidak lagi mengurusnya, bahkan sampai jadi perkara pun pengurusan bank garansi itu tidak dilakukan terdakwa," pungkasnya. ***Philipus