Jakarta, Info Breaking News - Setelah sekian lama terpendam, kini sekelompok massa melaporkan dugaan manipulasi pidana pajak dan TPPU, yang dilakukan Bambang Widjojanto, SH, selama menjalankan profesi sebagai pengacara Senior Partner di Widjojanto, Sonhaji, & Associates yang merugikan negara mencapai puluhan milyar rupiah.
"Untuk itu Kejagung RI perlu membentuk Tim Joint Investigation, dengan menggandeng Dirjen Pajak dan KPK," ujar Gunawan, Koordinator LSM Sadis kepada wartawan.
Gunawan mengungkapkan berdasarkan hasil investigasi LSM Satgas Anti Diskriminasi Hukum, sebagai pengacara dan pemilik law firm "Widjojanto, Sonhaji, & Associates", Bambang Widjojanto, dengan basis obyek penelitian pada pekerjaan di tahun 2009-2010 diperkirakan berhasil meraih pendapatan sebesar Rp 400 miliar.
Dengan asumi tanpa pandang bulu, tarif jasa yang harus dibayar kliennya rata-rata minimal sebesar Rp. 10 milyar, setelah tanda tangan surat kuasa. Sebagai contoh, meskipun menjadi seorang korban mafia hukum seperti Jonny Abbas sekalipun, tetap wajib membayar Rp. 10 milyar kepada Bambang Widjojanto, SH, yang hanya mendampingi dalam persidangan di PN Jakarta Pusat, pada Februari 2011.
Penunjukan kuasanya dilakukan di Singapore, oleh Nurdian Cuaca, atasan Jonny Abbas. Oleh majelis hakim PN Jakarta Pusat, Jonny Abbas dihukum 1,8 tahun penjara.
Selain itu, menurut catatan LSM Sadis, Bambang Widjajanto pernah menjadi pengacara sejumlah pejabat penting, antara lain: Bupati Morotai Rusli Sibua, tersangka dugaan suap 2,9 milyar terhadap mantan Ketua MK Akil Mochtar, Rusli Zaenal, mantan Gubernur Riau, Sengketa Pilkada Bupati Tapanuli Tengah, Bupati Kotawaringin Barat, Ujang Iskandar, dan lembaga LPS yang melahirkan bailout Bank Century.
Meskipun memiliki kekayaan ditaksir minimal sekitar Rp. 150 milyar, tegas Gunawan Bambang Widjojanto menjelang mengikuti pemilihan Ketua KPK melaporkan dan memberikan keterangan, dengan mengaku hanya memiliki harta sebesar Rp. 4,8 M, berdasarkan data LHKPN tahun 2012. Laporan ini dikualifisir sebagai Keterangan palsu sekaligus terindikasi Bambang Widjojanto melakukan dugaan pidana manipulasi pajak dan TPPU selama menjadi Senior Partner di Widjojanto, Sonhaji, & Associates, yang merugikan keuangan Negara puluhan miliar rupiah.
"Ia seorang hipokrit, berpura-pura hidup sederhana, dengan bergelantungan di kereta api Depok-Jakarta saban hari. Naik ojek mengajar di kampus Universitas Trisakti. Oleh karenanya kami menuntut agar Jaksa Agung RI mengusut atas terjadinya dugaan pidana manipulasi pajak dan TPPU yang terjadi ditubuh "Widjojanto, Sonhaji, & Associates", yang melibatkan Bambang Widjojanto, SH, yang merugikan Negara puluhan milyar.
LSM Sadis juga meminta agar Jaksa Agung RI H.M Prasetyo, SH mencabut dan membatalkan keputusan deponeering perkara atas nama tersangka Bambang Widjojanto yang dikeluarkan tanggal 3 Maret 2016.
Massa mendesak perkara pidana atas nama tersangka Bambang Widjojanto dilimpahkan ke pengadilan untuk diadili sesuai ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku, sebagai bentuk penegakan prinsip Equality Before The Law.
Keputusan deponeering menurut LSM Sadis tidak melalui prosedur yang benar, sebagaimana yang diwajibkan oleh undang-undang harus mengacu pada keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 29/PUU-XIV/2016, yang pada intinya menyatakan putusan deponeering wajib melalui proses konsultasi dan membutuhkan pertimbangan dari Ketua DPR, Ketua Mahkamah Agung RI, dan Kapolri.
"Keputusan deponeering Jaksa Agung RI tanpa melalui konsultasi dan tidak memilki pertimbangan dari Ketua DPR dari segi uraian argumen telah terpenuhinya unsur keterwakilan kepentingan umum, dari Ketua MA segi yuridisnya, dan dari Kapolri pada aspek mekanisme penyidikannya," ujar Gunawan.
Seperti diketahui, Bambang Widjojanto dalam kedudukannya sebagai kuasa hukum Ujang Iskandar, calon bupati Kotawaringin Barat pada tanggal 23 Januari 2015 telah ditetapkan menjadi tersangka oleh Bareskrim Polri, dalam perkara dugaan menyuruh saksi Ratna Mutiara memberi keterangan palsu, pada sidang Mahkamah Konstitusi tahun 2010, terkait sengketa Pemilihan Kepala Daerah.
Pada tanggal 25 Mei 2015, berkas perkara Bambang Wdjojanto dinyatakan lengkap (P21) oleh Jaksa Penuntut Umum, dan telah dilakukan pelimpahan Tahap ke-II pada 18 September 2015, siap disidangkan. Akan tetapi, atas desakan dan rekayasa yang dibangun oleh kawan-kawan tersangka yang tergabung dalam beberapa NGO, Jaksa Agung Republik Indonesia dengan dalih menggunakan hak prerogatif yang diberikan pasal 35 huruf C Undang-Undang No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung RI, memutuskan menerbitkan penetapan deponeering atas perkara tersebut.
"Apa yang diberikan Ketua MA, Ketua DPR dan Kapolri pada waktu itu bukanlah sebuah pertimbangan sebagaimana yang dimaksud keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 29/PUU-XIV/2016. Namun hanya sekadar statement katagori biasa yang pada pokoknya menyerahkan sepenuhnya kelanjutan perkara tersangka Bambang Widjojanto kepada Jaksa Agung RI" ujarnya.
Faktor yang mendukung pertimbangan tuntutan pencabutan deponeering menurut LSM itu karena Bambang Widjajanto tidak memiliki kualifikasi secara yuridis dan moral untuk mendapatkan keistimewaan deponeering, setelah adanya temuan dugaan pada dirinya telah melakukan manipulasi pidana pajak dan TPPU selama menjalankan profesi sebagai pengacara menjadi Senior Partner di "Widjojanto, Sonhaji, & Associates" yang merugikan Negara mencapai puluhan milyar rupiah.
Sementara itu Jaksa Agung RI, H.M Prasetyo, SH sebelumnya memberikan tanggapannya kepada wartawan akan mempelajari dan mempertimbangkan isi laporan yang disampaikan LSM Sadis.
Sampai berita ini diturunkan wartawan masih menunggu konfirmasi Jampidsus dan Jampidum Kejagung RI. Perwakilan demo sedianya bertemu Jampidum dan Jampidsus untuk berdialog langsung. Namun urung karena terbentur SOP internal sesuai Peraturan Jaksa Agung RI tahun 2017, pejabat yang diberi kewenangan adalah Kapuspenkum Kejagung RI.*** Ira Maya.