Jakarta, Info Breaking News - Detasemen Khusus 88/Antiteror dan Satgas Anti Teror di Polda menangkap hampir 300 terduga teroris paska ledakan bom di Surabaya, Mei lalu.
Penangkapan yang hampir serentak ini membuat penyidik kewalahan. Utamanya karena tiadanya Rutan yang tersentral dan mumpuni.
"Kewalahan bukan karena banyaknya yang ditangkap tapi karena kini sudah tidak ada lagi Rutan khusus teroris paska rusuh Mako Brimob kemarin," kata seseorang di Mabes Polri, Senin (6/8).
Di masa lalu, saat Rutan Mako Brimob masih eksis, setiap ada penangkapan terduga teroris—dimanapun mereka ditangkap— umumnya mereka akan digelandang ke Rutan Brimob. Proses penyidikan dan pemberkasan lalu dilakukan terpusat.
"Kini terpaksa ditiitipkan di Polres atau Polda setempat, bercampur dengan tahanan umum, dan penyidik yang harus berpindah-pindah memberkas mereka. Semoga pengganti Rutan khusus teroris segera jadi," lanjutnya.
Namun, meski rumit, penyidik sedikit bernafas lega. Itu karena berdasar UU Antiterorisme yang baru, masa penangkapan yang semula hanya 7 hari kini diperpanjang menjadi 21 hari. Artinya penyidik punya waktu selama 21 hari sebelum menentukan status seorang terduga teroris menjadi tersangka atau dilepas karena kurang bukti dan saksi.
Juga jika sebelumnya penahanan seorang tersangka untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan hanya bisa dilakukan dalam waktu 180 hari atau 6 bulan, kini menjadi 270 hari atau 9 bulan.
Soal napi teroris yang dititipkan di Polda dan Polres diakui oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian saat ditanya wartawan di Monas pada Minggu (5/8) kemarin. Menurutnya sudah lebih dari 260 an terduga teroris yang dibekuk.
"Tapi enggak perlu terlalu diekspos. Mereka (ditahan) di Polda-Polda atau Polres-Polres. Ada 170 an yang sudah jadi tersangka," pungkasnya.*** Ira Maya.