Susu Kental Manis Bukan Minuman Sehat Tapi untuk Topping Makanan

Ilutrasi
Jakarta - Susu kental manis kembali ramai dibahas publik. BPOM dan Kemenkes angkat bicara soal fakta bahwa susu kental manis bukanlah produk pengganti susu.

BPOM menerbitkan Surat Edaran Nomor HK.06.5.51.511.05.18.2000 Tahun 2018 tentang 'Label dan Iklan pada Produk Susu Kental dan Analognya (Kategori Pangan 01.3)'.

Sejumlah larangan itu tertera dalam surat edaran itu bernomor HK.06.5.51.511.05.18.2000 tahun 2018 tentang 'Label dan Iklan pada Produk Susu Kental dan Analognya (Kategori Pangan 01.3).' Ada 4 hal yang harus diperhatikan oleh produsen, importir, distributor produk susu kental, dan analognya berupa larangan, yaitu:

1. Dilarang menampilkan anak-anak berusia di bawah 5 tahun dalam bentuk apa pun.

2. Dilarang menggunakan visualisasi bahwa produk Susu Kental dan Analognya (Kategori Pangan 01.3) disetarakan dengan produk susu lain sebagai penambah atau pelengkap zat gizi. Produk susu lain antara lain susu sapi/susu yang dipasteurisasi/susu yang disterilisasi/susu formula/susu pertumbuhan.

3. Dilarang menggunakan visualisasi gambar susu cair dan/atau susu dalam gelas serta disajikan dengan cara diseduh untuk dikonsumsi sebagai minuman.

4. Khusus untuk iklan, dilarang ditayangkan pada jam tayang acara anak-anak.

Tak cuma soal larangan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan kental manis mengandung gula tinggi. Pihak Kemenkes juga menyatakan telah menginformasikan kepada BPOM untuk lebih memperhatikan produk kental manis agar tidak dikategorikan sebagai produk susu bernutrisi.

"Kementerian Kesehatan telah menginformasikan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan selaku pengawas izin edar untuk lebih memperhatikan produk Kental Manis agar tidak dikategorikan sebagai produk susu bernutrisi untuk menambah asupan gizi," tutur Direktur Gizi Masyarakat Doddy Izwardi dalam keterangan pers dikutip dari situs Kemenkes, Rabu (4/7/2018).

Doddy menyebut kandungan gula produk kental manis lebih tinggi dibanding kandungan proteinnya. Dia menyesalkan iklan di televisi yang menampilkan seolah-olah kental manis sebagai minuman bagi keluarga.

Namun, produk kental manis tetap dapat dikonsumsi. Antara lain sebagai campuran dessert atau topping makanan. Doddy mengatakan industri memang memiliki hak melakukan pengembangan produk, tapi tetap wajib memperhatikan komposisi.

Kehebohan tak berhenti di situ, anggota komisi Kesehatan DPR (Komisi IX) Okky Asokawati mengusulkan kata 'susu' dihapus pada produk kalengan susu kental manis. Menurutnya, kata 'susu' dikhawatirkan membuat masyarakat berpendapat bahwa kental manis merupakan susu pendamping makanan utama.

"Dikhawatirkan ketika masih ada kata 'susu' di situ, persepsi masyarakat yang tidak well-informed itu mereka mempunyai pendapat bahwa itu susu pendamping makanan utama. Kata 'susu' mungkin diganti minuman kental manis atau apa, gitu," ujar Okky kepada wartawan.

Okky mengatakan BPOM berwenang menghilangkan kata 'susu' di SKM (Susu Kental Manis). Okky menyebut SKM sebagai produk yang tak terlalu dianjurkan dikonsumsi anak di bawah 5 tahun. Penghilangan kata 'susu', menurut Okky, bertujuan agar para ibu tak salah memberi nutrisi kepada anak mereka.

Okky menjelaskan kandungan SKM memang berbeda dengan susu jenis lain. Susu sebenarnya diperuntukkan sebagai pendamping makanan utama anak. Susu harus penuh gizi, sedangkan SKM didominasi gula yang, jika dikonsumsi terlalu banyak, dapat menimbulkan efek samping bagi perkembangan anak.

Tak cuma itu, Okky juga menjelaskan soal dugaan kenapa BPOM mengeluarkan surat edaran itu. Menurutnya, aturan itu dipicu peristiwa di Sulawesi Tenggara.

"Apa yang terjadi di Sulawesi Tenggara? Ada dua anak yang sampai opname karena malnutrisi, karena ibunya tidak memberikan makanan utama, tapi hanya memberikan, mencekoki dengan SKM itu tadi," ujar Okky.

"Karena si ibu punya persepsi, ini susu, susu ini bisa jadi gizi anak saya. Padahal susu ini adalah pendamping bagi makanan utama," sebut Okky.

Meski menimbulkan kehebohan, masiha ada produk kental manis yang tak sesuai aturan beredar di pasaran. Hal itu berdasarkan pengecekan detikcom di salah satu pasar swalayan di Jakarta Selatan, Rabu (4/7/2018). Ada setidaknya tujuh merek yang dijual.
(sumber: detikcom)

Subscribe to receive free email updates: