Krisis Air Bersih di Kota Ambon


Oleh: Josefina Lesnussa

AIR sebagai salah satu unsur penting di dalam proses metabolisme tubuh manusia dan sumber kehidupan bagi seluruh makhluk hidup merupakan anugerah dari Tuhan yang harus kita jaga, pelihara dan lestarikan guna kelangsungan hidup dimasa depan.

Manusia akan lebih cepat meninggal karena kekurangan air dari pada kekurangan makanan. Di dalam tubuh manusia itu sendiri sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa, sekitar 55 - 60% berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65%, dan untuk bayi sekitar 80 %.

Menurut WHO di Negara-negara maju tiap orang memerlukan air antara 60-120 Liter per hari. Sedangkan di Negara berkembang tiap orang memerlukan air antara 30-60 Liter per hari. Indonesia termasuk dalam Negara berkembang. Jadi air sangat di perlukan bagi keberlangsungan hidup manusia.

Kota Ambon, memiliki luas wilayah 377 km2. Sumber air bersih yang digunakan masyarakat di kota Ambon Untuk akses air bersih terdiri dari beberapa sumber diantaranya SPT (sumur pompa tangan) atau sumur bor, SGL (sumur gali), PMA (perlingan mata air), Penampungan Air Hujan (PAH), dan PDAM (Perusahaan daerah air minum) yang berasal dari kawasan air keluar, di Desa Kusu-Kusu.

Belakangan ini, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Anna Latuconsina mengakui beberapa titik di Kota Ambon dalam kondisi krisis air bersih. Menurut Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Maluku, Ismail Usemahu juga mengakui jika ketersedian potensi dan sumber air permukaan di kota Ambon terus mengalami penurunan setiap tahun. "Ketersediaan air terkait dengan kualitas dan kuantitasnya, khususnya air permukaan, di Kota Ambon tiap tahun mengalami penurunan."

Menurutnya, penurunan tersebut disebabkan pembangunan yang tidak memperhatikan aspek-aspek pelestarian lingkungan, seperti menebang pepohonan secara sembarangan, membangun pemukiman di kawasan perbukitan serta bantaran sungai dan kali. Tak hanya menyebabkan potensi dan sumber air bersih terus berkurang. Hal itu juga menyebabkan bencana banjir dan tanah longsor saat musim penghujan.

Data PDAM tentang pengelolaan air bersih di kota Ambon pada tahun 2002, kebutuhan air bersih untuk Kota Ambon dapat dihitung dari perkalian antara jumlah penduduk dengan jumlah/kebutuhan dasar penduduk untuk klasifikasi kota sedang (100 liter/orang/hari). Sehingga perkiraan kebutuhan air bersih Kota Ambon sebesar 23.969.700 liter/hari. Data tersebut diketahui kapasitas sumber air sebesar 132 lt/dt. Jika dianalisis lebih lanjut maka bisa dikatakan bahwa kapasitas produksinya pun tidak melebihi kapasitas sumber. Sehingga dari data tersebut bisa dikatakan pula bahwa Kota Ambon masih membutuhkan peningkatan kapasitas produksi, karena untuk kebutuhan air bersih saja sebesar 277,43 lt/dt. Jadi masih dibutuhkan peningkatan kebutuhan air bersih yang dihasilkan sekitar 145,43 lt/dt.

Kepala Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Ambon, Apong Tetelepta menyebutkan bahwa "pelanggan PDAM di kota Ambon kurang lebih 70 ribu jiwa, dan pihaknya mengalami krisis air bersih sebanyak 60% dari sumber air untuk melayani masyarakat. Sumber air yang dikelola PT DSA Air Besar desa Batu Merah kecamatan sirimau tidak bisa diharapkan karena kawasan tersebut telah mengalami krisis air bersih sejak awal Januari 2016 dengan debit air tersisa 2.500 kubik/hari.

Menurut Mantan Wakil Wali Kota Ambon, Sam Latuconsina, krisis air yang melanda Kota Ambon saat ini mencapai titik rawan. Saat ini pasokan air dari PDAM dan DSA sudah mengalami penurunan drastis hingga mencapai hampir 70 %. Dengan terjadinya penambahan pemukiman penduduk di daerah resapan, mengganggu persediaan air bersih. Kerusakan yang terjadi pada daerah resapan.

Salah satu dampak buruk permasalahan air ini adalah meningkatnya insiden penyakit diare. Kejadian diare pada balita sepanjang tahun 2015 sebanyak 2,287 dibandingkan dengan tahun 2014 sebanyak 2,456 kasus, dan tahun 2013 sebanyak 3.012. Faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit diare adalah padatnya perumahan penduduk yang mengakibatkan sumber air yang digunakan dapat tercemar oleh bakteri, terutama untuk masyarakat yang menggunakan air sumur baik sumur, sumur bor, maupun sumur gali, kebiasaan masyarakat yang masih buang air besar Sembarangan.

Di sungai, di kali, kolam, kebun, dan tempat terbuka bakteri yang sering menimbulkan diare adalah bakteri E.coli.

Ketua Komisi III DPRD Ambon, Rovik Akbar Afifudin mengatakan, persoalan krisis air harus secepatnya ditangani, karena sudah sangat rawan. Yang perlu dilakukan pemerintah, adalah melakukan koordinasi dengan Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) dan PT Dream Sukses Airindo (DSA) beserta Dinas Pekerjaan Umum (PU) untuk melakukan evaluasi persediaan air bersih. "Dalam satu minggu 4 hari sekali air mengalir, ini harus menjadi persoalan serius."

Beliau menghimbau penerbitan IMB di daerah resapan air, sudah harus di moratorium, mengingat sumber-sumber air bersih sudah semakin rusak akibat dirusak oleh aktivitas manusia.

Dengan demikian, faktor penyebab krisis air terjadi karena pembangunan yang tidak memperhatikan aspek-aspek pelestarian lingkungan, seperti penambahan pemukiman penduduk di daerah resapan, mengganggu persediaan air bersih. Kerusakan yang terjadi pada daerah resapan, menebang pepohonan secara sembarangan, membangun pemukiman di kawasan serta bantaran sungai dan kali. Dibutuhkan peran pemerintah agar selalu ada dan tegas, mana kawasan yang harus dilakukan pembangunan dan mana kawasan yang dapat dijadikan konservasi. Kemudian sikap bertanggung jawab dan kesadaran dari masyarakat yang menebang pohon secara sembarangan dan melakukan pembangunan di area resapan air, bantaran sungai dan kali akan faktor penyebab krisis air terjadi.

Bila hal tersebut tidak dilakukan, maka air bersih di Kota Ambon akan terus berkurang. Dan bila hal ini tidak dilaksanakan, maka keinginan pemerintah untuk meningkatkan akses air bersih akan terus menjadi kendala.

Penulis adalah Warga Kota Ambon, Mahasiswa Fakultas Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta 

Subscribe to receive free email updates: