Jadi Saksi, Pejabat Garuda Indonesia Menghadap KPK Hari Ini

Emisryah Satar (tengah), tersangka tindak pidana korupsi erkait pengadaan mesin
 dan pesawat PT Garuda Indonesia

Jakarta, Infobreakingnews - VP Corporate Planning PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Setijo Awibowo, hari ini dipanggil menghadap KPK sebagai saksi untuk tersangka mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar atau ESA.

"Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ESA," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Jumat (9/2/2018).

Sejumlah saksi telah diperiksa penyidik untuk mengusut sekaligus melengkapi berkas perkara Emirsyah. Dalam pemeriksaan, beberapa hal didalami, salah satunya terkait kontrak jasa konsultasi dalam pengadaan pesawat tersebut.

Lebih lanjut Febri juga menjelaskan selama proses penyidikan kasus ini, tiga saksi yakni Sallyawati Rahardja, Hadinoto Soedigno, dan Agus Wahjudo telah dicegah KPK. Selain mencegah, KPK juga telah menggeledah sejumlah lokasi, salah satunya Wisma MRA milik Soetikno.

Tim juga menyasar PT Dimitri Utama Abadi. PT Dimitri Utama Abadi ini merupakan anak perusahaan dari PT Mugi Rekso Abadi yang bergerak dalam bisnis jasa transportasi udara.

Penggeledahan dilakukan lantaran Soetikno diduga perantara suap antara Rolls Royce dan Airbus, dengan Emirsyah. Bahkan, Soetikno diduga sebagai pihak yang ikut andil dalam pembelian sejumlah aset untuk Emirsyah yang berasal dari uang korupsi tersebut.

‎Sebelumnya, KPK‎ telah menetapkan Emirsyah dan Soetikno Soedardjo selaku bos Mugi Rekso Abadi (MRA) Grup sekaligus Beneficial Owner Connaught Intenational, sebagai tersangka. Keduanya diduga melakukan tindak pidana korupsi terkait pengadaan mesin dan pesawat untuk PT Garuda Indonesia.

Emirsyah Satar diduga telah menerima suap dari Soetikno dalam bentuk uang dan barang dari Rolls Royce. Emiryah Satar diduga menerima 1,2 juta Euro dan USD180 ribu atau setara Rp20 miliar, sedangkan barang yang diterima senilai USD 2 juta dan tersebar di Singapura dan Indonesia.

Atas dugaan itu, Emirsyah sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b dan atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1991 sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Sedangkan Soetikno selaku pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1991 sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. ***Raymond Sinaga

Subscribe to receive free email updates: