Advokat Senior Dr. Gelora Tarigan , SH MH |
"Sehingga trade mark para advokat senior terdahulu yang memiliki idealisme patriotik seperti Tasrif, Buyung Nasution, Yap Thiam Hien atau Sudjono, kini berubah menjadi hedonisme individualisme, yang lebih menjuurus kepada kebendaan atau kemewahan tampilan kalangan advokat jaman now." kata Dr.Gelora Tarigan SH MH kepada Info Breaking News, Selasa (27/2/2018) sesaat usai bersidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Padahal menurut Gelora Tarigan yang juga dikenal sebagai Dosen Fakultas Hukum swasta ternama di Jakarta ini, seorang advokat mutlak menjadi panutan ditengah masyatrakat luas, karena seorang advokat adalah insan yang memahami sendi hukum dan segala perundang-undangan yang ada.
"Karena kejahatan korupsi itu sendiri adalah akibat dari rumusan yang dilanggar dari persoalan internal yang semakin kompleks ditambah dengan faktor lingkungan itu sendiri." lanjut Ketua Umum Cendikawan Putra Karo Se Indonesia yang berhasil meraih Doktor Hukumnya melalui desertasinya berjudul 'Peranan Hakim Dalam Memutus Perkara Pidana, Diluar Hukum Acara'
Desertasi yang berhasil dipertahankan Gelora itu, memberikan contoh kasus dalam kejahatan narkoba yang semakin mengggila dinegeri ini. "Seorang yang didakwa oleh JPU menyimpan dan mengedarkan barang narkoba, ternyata didalam persidangan terungkap bahwa si terdakwa ternyata tidak terbukti sebagai pengedar, tetapi justru diketahui hanya sebagai pemakai barang haram narkoba saja, dan majelis hakim pun justru memutusnya sebagai pemakai narkoba, padahal pasal pemakai narkoba itu tidak ada dalam surat dakwaan JPU. Dan inilah yang saya maksudkan diluar dari dakwaan jaksa."
Lebih lanjut Gelora Tarigan yang sudah terjun dalam profesi advokat sejak 1982 dan dikenal sebagai salah satu anak didiknya sang maestro Buyung Nasution di LBH itu memberikan sejumlah contoh kasus yang belakangan ini menjadi konstruksi pola berpikir para hakim yang sudah tidak sesuai dengan ideoligis Pancasila, yang semestinya dapat memutus suatu perkara berdasarkan dari semua sila yang ada, berke Tuhanan, berprikemanusiaan, berkeadilan, serta menjaga rasa persatuan dan rasa sosial bagi para pencari keadilan.
Salah satu contoh misalnya dalam pelanggaran Lalulintas dijalan raya, dimana seorang karena kelalaiannya mengakibat tewasnya korban, yang diatur dalam Pasal 359 KUHP, tetapi oleh karena ada perdamaian dari pihak korban, lalu perkara ini selalu tidak berlanjut dimejah hijau. Padahal pelanggaran pasal 359 KUHP itu sendiri adalah merupakan murni pidana, sekalipun ada perdamaian. Artinya, ternyata hukum adat yang masih melekat ditengah masyarakat itu, merupakan lebih tertinggi dibanding hukum positip nya.
"Inilah yang saya maksudkan jika rumus korupsi yang adalah masalah Internal ditambah dengan faktor Lingkungan, maka kita tidak heran mengapa situsasi dinegeri kita ini semakin amburadul, lalu menjadikan banyaknya perpecahan seperti yang terjadi ditubuh PERADI dan lainnya itu." pungkasnya. *** Emil F Simatupang.