KPK Prioritaskan Incar Para Petahana Yang Bermain Kotor

Padang, Info Breaking News Komisi Pemberantasan Korupsi mengincar para petahana dalam Pemilihan Kepala Daerah 2018. Petahana merupakan penyelenggara negara yang dinilai rawan menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan politik dan menggapai kemenangan.

"Selain kepala daerah, kami juga memelototi anggota DPR dan anggota DPRD. Itu menjadi visi KPK yang tergabung dalam tim Satgas Antipolitik Uang bersama Polri, untuk menghilangkan politik uang dalam Pilkada 2018," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo di Padang, Sumatra Barat, Selasa, 9 Januari 2017.


KPK, terang Agus, hanya terkait dengan korupsi oleh penyelenggara negara. KPK tak memiliki hak menindak bila calon kepala daerah bukan penyelenggara negara.

"Karena itu, kami fokus pada petahana, anggota DPR dan DPRD," Agus menekankan.

Agus mengaku tim satgas itu belum dimantapkan. Mekanisme operasionalnya masih didiskusikan.

Polri masih membentuk tim, KPK pun baru menugasi tim. Kedua tim itu akan bertemu untuk membagi tugas.

Agus menilai kemungkinan politik uang dalam pilkada tetap besar karena biayanya mahal. "Salah satu faktor yang membuat penyelenggara negara korupsi biaya pilkada mahal. Kalau itu mulai kita awasi, dan ada tindakan, tentu ada efek jera, sehingga money politics bisa dihilangkan," jelas Agus.

KPK sudah mengantongi data dan pemetaan daerah rawan politik uang pada Pilkada 2018. Sayangnya, Agus menolak mengungkapkan detil soal itu.

"Jumlahnya saya tidak mau buka di sini, yang pasti provinsi dan kabupaten. Tapi saya tidak mau menyebutkan orang dan daerah," tegas Agus.

Di tempat yang sama, mantan komisioner KPK Bambang Widjojanto mengatakan potensi korupsi di tahun politik sangat besar. Berdasarkan studi dan banyak kasus di KPK, sebelum proses pemilihan, eksploitasi sumber daya publik sudah terjadi.

Indikasinya banyak izin pemanfaatan sumber daya alam diberikan saat mendekati pemilu dan pilkada. "Untuk mengawal pilkada, harus dilakukan jauh sebelum prosesnya berlangsung," ucap Bambang.

Jebakan demokrasi di tahun politik juga terjadi. Indikatornya, kata Bambang, proses persidangan di MK dalam kasus pilkada sangat numerik.*** Wienda.

Subscribe to receive free email updates: