BERITA MALUKU. Sekda Kabupaten Seram Bagian Barat Mansur Tuharea terancam berstatus tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi anggaran belanja barang dan jasa pada lingkungan Setda tahun anggaran 2015 secara bersama-sama Petrus Eroplei dan Rio Khormain.
"Saudara saksi bisa terjerat pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana karena berdasarkan bukti persetujuan dan keterangan para saksi," kata ketua majelis hakim tipikor pada Kantor Pengadilan Negeri Ambon RA Didi Ismiatun didampingi Christina Tetelepta dan Hery Leliantono selaku hakim anggota di Ambon, Selasa (30/1/2018).
Majelis hakim menyatakan saksi juga mengetahui adanya penyalahgunaan dana setda namun tidak ada upaya melakukan pencegahan dari dirinya selaku kuasa pengguna anggaran.
Mansur Tuharea dihadirkan JPU Kejari SBB, Djidon Talakua dan Ekar Hayer dari Kejati Maluku sebagai saksi atas terdakwa Rio dan Petrus yang merupakan mantan bendahara Setda SBB.
JPU dalam dakwaannya mengungkapkan berdasarkan bukti diketahui bahwa terdakwa Rio Khormein Amsyah selaku bendahara telah menyerahkan uang sebesar Rp473,3juta secara bertahap sebanyak 40 kali kepada 27 penerima dengan nilai bervariatif atas perintah Jacobus Puttileihalat yang saat itu menjabat Bupati SBB.
Atas dakwaan jaksa, saksi menjelaskan kalau masalah ini merupakan hasil temuan BPK RI Perwakilan Provinsi Maluku dan ada nama-nama para penerima anggaran yang sebenarnya tidak sesuai peruntukannya.
Misalnya Thomas Wattimena menerima Rp50 juta, Alfin Tuasun Rp37,5 juta, Ampi Noak yang merupakanmantan Kadis Keungan SBB Rp50 juta, Raja Kaibobo Rp10 juta, Camat Huamual Rp7,5 juta, pegawai Satpol PP bermarga Hatumena Rp10 juta.
Bahkan ada pegawai kontrak bernama Esau Maketake yang menerima Rp27 juta untuk berangkat ke Jakarta, kemudian isteri bupati bernama Ratna juga mendapatkan anggaran tersebut sehingga totalnya hampir mencapai Rp500 juta.
Saksi mengakui saat ini sudah ada proses pengembalian yang lebih dari Rp200 juta dan telah disetorkan ke kas daerah.
"Kami mendapat keluhan dari para bendahara karena intervensi dari bupati saat itu sangat tinggi," jelas saksi di persidangan.
"Saudara saksi bisa terjerat pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana karena berdasarkan bukti persetujuan dan keterangan para saksi," kata ketua majelis hakim tipikor pada Kantor Pengadilan Negeri Ambon RA Didi Ismiatun didampingi Christina Tetelepta dan Hery Leliantono selaku hakim anggota di Ambon, Selasa (30/1/2018).
Majelis hakim menyatakan saksi juga mengetahui adanya penyalahgunaan dana setda namun tidak ada upaya melakukan pencegahan dari dirinya selaku kuasa pengguna anggaran.
Mansur Tuharea dihadirkan JPU Kejari SBB, Djidon Talakua dan Ekar Hayer dari Kejati Maluku sebagai saksi atas terdakwa Rio dan Petrus yang merupakan mantan bendahara Setda SBB.
JPU dalam dakwaannya mengungkapkan berdasarkan bukti diketahui bahwa terdakwa Rio Khormein Amsyah selaku bendahara telah menyerahkan uang sebesar Rp473,3juta secara bertahap sebanyak 40 kali kepada 27 penerima dengan nilai bervariatif atas perintah Jacobus Puttileihalat yang saat itu menjabat Bupati SBB.
Atas dakwaan jaksa, saksi menjelaskan kalau masalah ini merupakan hasil temuan BPK RI Perwakilan Provinsi Maluku dan ada nama-nama para penerima anggaran yang sebenarnya tidak sesuai peruntukannya.
Misalnya Thomas Wattimena menerima Rp50 juta, Alfin Tuasun Rp37,5 juta, Ampi Noak yang merupakanmantan Kadis Keungan SBB Rp50 juta, Raja Kaibobo Rp10 juta, Camat Huamual Rp7,5 juta, pegawai Satpol PP bermarga Hatumena Rp10 juta.
Bahkan ada pegawai kontrak bernama Esau Maketake yang menerima Rp27 juta untuk berangkat ke Jakarta, kemudian isteri bupati bernama Ratna juga mendapatkan anggaran tersebut sehingga totalnya hampir mencapai Rp500 juta.
Saksi mengakui saat ini sudah ada proses pengembalian yang lebih dari Rp200 juta dan telah disetorkan ke kas daerah.
"Kami mendapat keluhan dari para bendahara karena intervensi dari bupati saat itu sangat tinggi," jelas saksi di persidangan.