BERITA MALUKU. Penyidik Polda bersama Kejaksaan Tinggi Maluku didesak mengusut tiga pelaku lain yang diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Politeknik Negeri Ambon tahun anggaran 2012 senilai Rp750 juta.
"Dalam amar putusan banding majelis hakim tipikor pada Kantor Pengadilan Tinggi Ambon nomor 11/pid.sus/2017, menyatakan ketiga pelaku memiliki peran berbeda dalam perkara ini tetapi anehnya mereka tidak ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik kepolisian," kata penasihat hukum mantan Direktur Poltek Negeri setempat, Wenny Tuapitumain di Ambon, Selasa (1/8/2017).
Berdasarkan salinan putusan banding tersebut, Wenny Tuaputimain bersama Joemiko Syaranamual selaku tim PH mantan Direkrut Poltek Miegsjeglorie V Putuhena mendesak penyidik kejaksaan dan Kepolisian Daerah Maluku untuk memeriksa tiga pelaku yang disebutkan hakim tipikor di PT Ambon.
Ketiga pelaku tersebut masing-masing Victor Cornelis selaku pejabat pembuat komitmen (PPK), Yunus Paulus Patti yang menjadi pejabat penandatangan Surat Perintah Membayar (SPM) pada Poltek Negeri Ambon, bersama Ny. Elsye Parerung selaku pemilik lahan.
"Para pelaku harus dilidik oleh para penyidik kepolisian sebagai pihak yang pertama yang menangani perkara ini, sebab ada kesan mereka melakukan sistem 'Pilih dan Tebang' sehingga polisi hanya menetapkan Putuhena sebagai tersangka," tandasnya.
Mantan Direktur Poltek Negeri Ambon ini justeru telah memperkaya Elsye Parerungan sebagai pemilik lahan dalam proyek tersebut, namun Elsye tidak ditetapkan sebagai tersangka.
Putuhena awalnya divonis satu tahun dan enam bulan penjara serta membayar denda Rp50 juta subsider empat bulan kurungan oleh majelis hakim tipikor pada Kantor Pengadilan Negeri Ambon tertanggal 30 April 2017.
Putusan ini lebih ringan dari tuntutan tim jaksa penuntut umum Kejati Maluku yang meminta terdakwa dihukum 6,5 tahun penjara serta denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.
JPU juga menuntut terdakwa membayar denda sebesar Rp702 juta kemudian harta bendanya akan disita untuk dilelang dan bila tidak mencukupi maka kepadanya dikenakan hukuman tambahan berupa kurungan selama tiga tahun dan tiga bulan kurungan.
Terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 2 dan pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang korupsi Sehingga Kejaksaan Tinggi Maluku melakukan upaya banding ke PT Ambon dan salinan putusannya telah diterima PN Ambon, dimana amar putusannya memperberat hukuman Putuhena menjadi enam tahun penjara.
"Dalam amar putusan banding majelis hakim tipikor pada Kantor Pengadilan Tinggi Ambon nomor 11/pid.sus/2017, menyatakan ketiga pelaku memiliki peran berbeda dalam perkara ini tetapi anehnya mereka tidak ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik kepolisian," kata penasihat hukum mantan Direktur Poltek Negeri setempat, Wenny Tuapitumain di Ambon, Selasa (1/8/2017).
Berdasarkan salinan putusan banding tersebut, Wenny Tuaputimain bersama Joemiko Syaranamual selaku tim PH mantan Direkrut Poltek Miegsjeglorie V Putuhena mendesak penyidik kejaksaan dan Kepolisian Daerah Maluku untuk memeriksa tiga pelaku yang disebutkan hakim tipikor di PT Ambon.
Ketiga pelaku tersebut masing-masing Victor Cornelis selaku pejabat pembuat komitmen (PPK), Yunus Paulus Patti yang menjadi pejabat penandatangan Surat Perintah Membayar (SPM) pada Poltek Negeri Ambon, bersama Ny. Elsye Parerung selaku pemilik lahan.
"Para pelaku harus dilidik oleh para penyidik kepolisian sebagai pihak yang pertama yang menangani perkara ini, sebab ada kesan mereka melakukan sistem 'Pilih dan Tebang' sehingga polisi hanya menetapkan Putuhena sebagai tersangka," tandasnya.
Mantan Direktur Poltek Negeri Ambon ini justeru telah memperkaya Elsye Parerungan sebagai pemilik lahan dalam proyek tersebut, namun Elsye tidak ditetapkan sebagai tersangka.
Putuhena awalnya divonis satu tahun dan enam bulan penjara serta membayar denda Rp50 juta subsider empat bulan kurungan oleh majelis hakim tipikor pada Kantor Pengadilan Negeri Ambon tertanggal 30 April 2017.
Putusan ini lebih ringan dari tuntutan tim jaksa penuntut umum Kejati Maluku yang meminta terdakwa dihukum 6,5 tahun penjara serta denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.
JPU juga menuntut terdakwa membayar denda sebesar Rp702 juta kemudian harta bendanya akan disita untuk dilelang dan bila tidak mencukupi maka kepadanya dikenakan hukuman tambahan berupa kurungan selama tiga tahun dan tiga bulan kurungan.
Terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 2 dan pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang korupsi Sehingga Kejaksaan Tinggi Maluku melakukan upaya banding ke PT Ambon dan salinan putusannya telah diterima PN Ambon, dimana amar putusannya memperberat hukuman Putuhena menjadi enam tahun penjara.