"Kita tidak melapor secara individu ya, tetapi kita melaporkan sebuah teror ujaran, yang kita dapatkan dari medsos (media sosial) khususnya Facebook ada beberapa, salah satunya kita dapat dari saudara Dwi Ardika yang mengatakan, 'intinya yang dukung Ahok itu goblok dan nggak bermoral halal darahnya dibunuh dan halal juga kalau wanita diperkosa rame-rame'," kata koordinator Perempuan Indonesia Antikekerasan Ita Fadia Nadya kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (17/4/2017).
Laporan yang diwakili oleh Ratna Bataramurni ini diterima polisi dengan nomor laporan LP/1905/IV/2017/PMJ/Ditreskrimum dengan tuduhan Pasal 156 KUHP.
Status tersebut di-posting pada tanggal 14 Maret 2017 dan sudah tersebar viral di media sosial. Ita mengatakan status tersebut telah menimbulkan kekhawatiran dengan alasan sebagian kaum perempuan merasa terancam keamanannya dan khawatir tragedi Mei 1998 terulang kembali.
"Ada ibu yang mendengarkan sendiri. Ibu ini (teringat kembali) tahun 98 seperti itu. Ibu ini mengalami proses 98, mengalami soal-soal seperti itu, ada teror. Ketika anaknya memberitahu di Facebook, dia merasa 'saya kok seperti 98', dia merasa sangat takut, jadi dia ikut melapor," terang Ita.
Aktivis lainnya, Helga Worotitjan, mengatakan postingan Dwi tersebut mengandung unsur ujaran kebencian (hate speech) dan penghasutan.
"Postingan Dwi Ardika ini yang mengobjekkan tubuh perempuan dan secara prinsip telah memenuhi ujaran kebencian, tindakan usaha menghasut berdasarkan golongan, identitas, suku, ras dan gender yang bertujuan memunculkan kebencian yang berdampak pada diskriminasi kaum perempuan," papar Helga.
Selain itu, Helga juga menyebut postingan itu merendahkan martabat kaum perempuan. Helga juga memprotes postingan itu menjadikan perempuan sebagai alat politik.
Helga tidak ingin sebelum atau pasca Pilkada ini, tidak ingin tubuh atau pun seksualitas perempuan dijadikan sebagai objek politik.***Shinta Dewi