BERITA MALUKU. Puluhan warga Pulau Romang, Kabupaten Maluku Barat Daya(mbd) akan meminta dukungan lembaga keagamaan maupun Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) Maluku untuk menolak kegiatan PT. Gemala Borneo Utama (GBU) melakukan penambangan emas di sana.
"Sebanyak 29 warga asal pulau Romang yang tiba dengan kapal laut di pelabuhan Yos Sudarso, Ambon pada 30 Maret 2017 akan mendatangi MPH Sinode GPM, Keuskupan Amboina, serta Komnas HAM untuk menyampaikan aspirasi mereka," kata koordinator Save Romang, Colin Lepuy, di Ambon, Jumat (31/3/2017).
Kehadiran puluhan warga ini sangat mengharapkan adanya kebijakan pemerintah dan instansi terkait, termasuk dukungan lembaga keagamaan dan Komnas Ham untuk sama-sama mendukung penghentian aktivitas penambangan emas di pulau romang yang dilakukan PT. GBU.
Karena wilayah tersebut sudah tercemar limbah beracun yang muncul akibat aktivitas penambangan emas sehingga mengancam kesehatan warga.
Gubernur Maluku, Said Assagaff telah menghentian sementara aktivitas penambangan pada 16 Februari 2017, teryata masih ada upaya untuk melanjutkannya.
Bahkan Kadis Eenergi dan Sumberdaya Mineral Maluku, Martha Nanlohy masih saja bersikap membela pihak PT. GBU, bahkan mendesak Gubernur Said Assagaff untuk mencabut kembali surat keputusan menutup sementara pertambangan emas di pulau Romang.
Menurut Colin, bagi masyarakat pulau Romang yang menentang kehadiran PT. GBU sejak awal selalu mendapat tekanan seperti puluhan warga yang diangkut berama-ramai ke Posek MBD di pulau Wonreli Kisar pada beberapa waktu lalu.
"Bahkan saat ini ada dua orang guru SMP yang terpaksa berhenti mengajar karena status mereka untuk sementara dinonaktifkan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN)," tandasnya.
Kedua guru tersebut yang diketahui selama ini mengajar di SMP Negeri Hila di pulau romang adalah Ny. Serpara dan Riky Johanes.
Status ASN mereka dinonaktifkan sejak 16 Desember 2016, hanya gara-gara bergabung dengan masyarakat adat pulau Romang yang menentang kehadiran PT. GBU untuk mengeksplorasi tambang emas di daerah itu.
"Sebanyak 29 warga asal pulau Romang yang tiba dengan kapal laut di pelabuhan Yos Sudarso, Ambon pada 30 Maret 2017 akan mendatangi MPH Sinode GPM, Keuskupan Amboina, serta Komnas HAM untuk menyampaikan aspirasi mereka," kata koordinator Save Romang, Colin Lepuy, di Ambon, Jumat (31/3/2017).
Kehadiran puluhan warga ini sangat mengharapkan adanya kebijakan pemerintah dan instansi terkait, termasuk dukungan lembaga keagamaan dan Komnas Ham untuk sama-sama mendukung penghentian aktivitas penambangan emas di pulau romang yang dilakukan PT. GBU.
Karena wilayah tersebut sudah tercemar limbah beracun yang muncul akibat aktivitas penambangan emas sehingga mengancam kesehatan warga.
Gubernur Maluku, Said Assagaff telah menghentian sementara aktivitas penambangan pada 16 Februari 2017, teryata masih ada upaya untuk melanjutkannya.
Bahkan Kadis Eenergi dan Sumberdaya Mineral Maluku, Martha Nanlohy masih saja bersikap membela pihak PT. GBU, bahkan mendesak Gubernur Said Assagaff untuk mencabut kembali surat keputusan menutup sementara pertambangan emas di pulau Romang.
Menurut Colin, bagi masyarakat pulau Romang yang menentang kehadiran PT. GBU sejak awal selalu mendapat tekanan seperti puluhan warga yang diangkut berama-ramai ke Posek MBD di pulau Wonreli Kisar pada beberapa waktu lalu.
"Bahkan saat ini ada dua orang guru SMP yang terpaksa berhenti mengajar karena status mereka untuk sementara dinonaktifkan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN)," tandasnya.
Kedua guru tersebut yang diketahui selama ini mengajar di SMP Negeri Hila di pulau romang adalah Ny. Serpara dan Riky Johanes.
Status ASN mereka dinonaktifkan sejak 16 Desember 2016, hanya gara-gara bergabung dengan masyarakat adat pulau Romang yang menentang kehadiran PT. GBU untuk mengeksplorasi tambang emas di daerah itu.