Profesor Anis Salah Besar Soal Data, Pantesan Aja Suruh Coblos Pecinya!

Profesor Anies Kembali Salah Data, Pantas Disuruh Coblos Pecinya

Penulis : Palti Hutabarat

Jelang Final Debat Pilkada DKI, nama Anies kembali dibuat ramai. Tidak seramai kasus Ahok dan kasus Firza hots tentunya. Tetapi diramaikan kembali terkait salah datanya di debat kedua. Kali ini terkait pernyataan Anies yang menyatakan di seluruh dunia IPM tinggi itu memang ada di ibu kota.

Menurut Anies, meski IPM di Jakarta yang paling tinggi dibanding provinsi lain, namun hal tersebut merupakan warisan dari pemerintahan di era sebelum Ahok mulai memimpin pada pertengahan 2014. Jadi, bukan karena kerja keras Ahok.

"Pak Ahok selalu mengagungkan IPM tinggi, tapi itu tidak aneh, karena di seluruh dunia IPM tinggi itu memang ada di ibu kota," ujar Anies dalam debat kedua Pilgub DKI Jakarta di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Jumat (27/1).

Benarkah pernyataan Profesor Anies?? Ternyata tidak. Pernyataan Anies tersebut tidak benar karena tidak semua Ibu Kota memiliki IPM tertinggi di negaranya. Seorang facebooker menampilak sebuah foto yang menunjukkan fakta bahwa di beberapa negara, IPM Ibu Kota tidak lebih tinggi dari provinsi lain. Berikut pernyataan Hariadhi:

Mereview kembali isu Indeks Pembangunan Manusia. Walaupun ada beberapa negara yang IPM di ibukotanya tertinggi, namun di negara lainnya kenyataan bicara lain. IPM tidak selalu tertinggi di ibukota, jadi tidak benar ada warisan atau anugerah bagi pemimpin daerah yang dapat kesempatan memegang ibukota. IPM Juga bukan berarti akan pasti tinggi kalau anggarannya besar. Namun akan terpengaruh oleh keseriusan pemimpin daerah dalam memprioritaskan pembangunan manusianya. Tetap saja kerja keras dan program yang dibuat yang menentukan skor IPM

Anies kembali salah data. Tanggapannya terhadap pernyataan Ahok bahwa jakarta IPMnya tertinggi di indonesia sangat ngawur. Hal yang sepatutnya tidak dilakukan oleh seorang profesor yang mengharuskan dirinya berbicara dengan terukur dan tidak salah data.

Seorang Gubernur atau jabatan politis lainnya bisa saja salah data atau memanipulasi data, tetapi seorang profesor yang adalah pangkat tertinggi di akademisi dipantangkan melakukannya. Kecuali dia profesor abal-abal. tetapi hal ini menjadi wajar jika melihat anies sekarang mengalami transformasi luar biasa dari seorang pengajar menjadi politisi handal. Mampu mempolitisasi keindahan kata dan data.

Saya sendiri tidak heran kalau Anies sering menjadi salah data. Kehebatan ahok dengan kinerja dan prestasinya memang sangat sulit untuk dilawan. Dalam debat pun Ahok sangat sulit dipatahkan argumentasinya karena berpegang pada data yang sebenarnya. itulah mengapa, anies dan pasangannya Sandiaga, seperti anak bawang dalam hal pendataan dengan Ahok.

Kekeliruan data terus menerus ini membuat saya jadi berpikir, apa ada hubungannya dengan tagline mereka "coblos pecinya"?? Mungkin saja ada. Tetapi bukan peci sebagai identitas Presiden Soekarno pada masa jayanya, melainkan coblos pecinya karena tidak ada isi dari peci tersebut (tidak ada otaknya).

Memimpin Jakarta harus pakai otak. Otak tidak bisa dikalahkan dengan ambisi dan nafsu memimpin yang tanpa data. Otak harus murni dan jernih dari ambisi dan nafsu busuk memimpin yang bisa menyebabkan daya pikir menjadi tidak normal. Pada akhirnya data bersalahan keluar atau yang penting dilawan dan didebat saja.

Seorang pemimpin yang tidak berotak atau tidak mampu mengendalikan pikirannya maka akan sangat sulit menjadi pemimpin yang baik. Apalagi ketika salah data tidak pernah menyatakan maaf. Malah sampai saat ini data-data tersebut menjadi tertawaan orang dan mendegradasi keprofesorannya.

Saya berharap pemilih di jakarta memakai otaknya untuk memilih pemimpin di Jakarta. Jangan memilih pemimpin yang menyuruh kita mencoblos otaknya (pecinya). nanti ke depan, Jakarta hanya akan dipimpin dengan kata-kata membuai tanpa isi. Jakarta harus berotak dan dipimpin oleh pemimpin berotak.

Selengkapnya :
http://ift.tt/2k0CelH

Subscribe to receive free email updates: