BERITA MALUKU. Walaupun Gubernur Maluku, Ir. Said Assagaff telah menyatakan kemungkinan akan ditutupnya aktivitas pertambangan oleh PT Gemala Borneo Utama (GBU) di Desa Hila, Kecamatan Romang, Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD). Namun hal tersebut masih belum bisa dilaksanakan, mengingat masih menunggu kajian akhir dari Universitas Pattimura (Unpatti).
"Jadi dalam rapat yang dihadiri tim Unpatti dan pihak GBU itu, dalam rangka menyampaikan laporan akhir kajian lingkungan terhadap pulau Romang. Jadi belum selesai, masih akan ada pembahasan, namun untuk kesimpulannya belum ada," ujar Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Maluku, Anthonius Sihaloho kepada wartawan di kantor Gubernur, Selasa (31/1/2017).
Dikatakan, kajian parameter yang dilakukan tim Unpatti mulai dari aspek, geografis, ekologis, ekonomi dan sosial, serta meminta masuk dari SKPD baik itu dari sisi lingkungan, pertambangan dan hukum.
"Untuk keputusan akhir belum ada, nanti sudah final baru kita akan sampaikan. Mudah-mudahan dalam bulan ini atau bulan depan," ucapnya.
Ditanya kondisi geografis Romang, kata Sihaloho hal tersebut juga dibahas. Jadi seusai undang-undang nomor 7 tahun 2007 junto nomor 1 tahun 2014, boleh ada pertambangan, tetapi 10 persen dari luas wilayah. Dimana luas wilayah Romang mencapai 1.700 hektar, kalau 10 persen berati 170 hektar.
"Kawasan yang dipakai PT GBU hanya 38 hektar, jadi masih dibawah 170 hektar atau masih wajar," pungkasnya.
Untuk kemungkinan ditutup sesuai apa yang dikatakan Gubernur, menurut Sihaloho hal tersebut belum resmi. Semua tergantung hasil akhir dari perbaikan tim Unpatti.
Sementara rapat berlangsung, sempat terjadi ketegangan antara masyarakat yang pendukung PT GBU yang sebagian besar merupakan tokoh adat dan masyarakat yang menolak kehadiran GBU yang tergabung dalam Save Romang.
Kedua kubuh hampir adu jodos, namun hal tersebut masih bisa diamankan oleh Satpol PP, yang dibantu oleh pihak kepolisian dari Polres Pulau Ambon dan Pupau Pulau Lease.
Sementara itu, Ketua Save Romang, Colins Lepuy dalam orasinya yang dilakukan di depan kantor Gubernur mempertanyakan penggunaan Merkuri oleh PT GBU, yang telah melebihi ambang batas dan ketentuan dari pemerintah.
"Ini yang kemudian ditemukan telah terjadi pengolahan di lapangan, dan hal ini perlu disikapi pemerintah daerah Maluku," pungkasnya
Pihaknya juga mempertanyakan statement Gubernur untuk menutup aktivitas PT GBU, namun nyatanya sampai saat ini belum juga dilakukan.
"Kami masyarakat meminta kejelasan dan sikap dari Gubernur," pintanya.
Sedangkan dari pihak PT GBU George Filiph loswtar ahli pertambangan belum bisa memberikan komentar apapun, sambil menunggu hasil kajian akhir atau kesimpulan dari tim kajian lingkungan Universitas Pattimura.
"Jadi dalam rapat yang dihadiri tim Unpatti dan pihak GBU itu, dalam rangka menyampaikan laporan akhir kajian lingkungan terhadap pulau Romang. Jadi belum selesai, masih akan ada pembahasan, namun untuk kesimpulannya belum ada," ujar Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Maluku, Anthonius Sihaloho kepada wartawan di kantor Gubernur, Selasa (31/1/2017).
Dikatakan, kajian parameter yang dilakukan tim Unpatti mulai dari aspek, geografis, ekologis, ekonomi dan sosial, serta meminta masuk dari SKPD baik itu dari sisi lingkungan, pertambangan dan hukum.
"Untuk keputusan akhir belum ada, nanti sudah final baru kita akan sampaikan. Mudah-mudahan dalam bulan ini atau bulan depan," ucapnya.
Ditanya kondisi geografis Romang, kata Sihaloho hal tersebut juga dibahas. Jadi seusai undang-undang nomor 7 tahun 2007 junto nomor 1 tahun 2014, boleh ada pertambangan, tetapi 10 persen dari luas wilayah. Dimana luas wilayah Romang mencapai 1.700 hektar, kalau 10 persen berati 170 hektar.
"Kawasan yang dipakai PT GBU hanya 38 hektar, jadi masih dibawah 170 hektar atau masih wajar," pungkasnya.
Untuk kemungkinan ditutup sesuai apa yang dikatakan Gubernur, menurut Sihaloho hal tersebut belum resmi. Semua tergantung hasil akhir dari perbaikan tim Unpatti.
Sementara rapat berlangsung, sempat terjadi ketegangan antara masyarakat yang pendukung PT GBU yang sebagian besar merupakan tokoh adat dan masyarakat yang menolak kehadiran GBU yang tergabung dalam Save Romang.
Kedua kubuh hampir adu jodos, namun hal tersebut masih bisa diamankan oleh Satpol PP, yang dibantu oleh pihak kepolisian dari Polres Pulau Ambon dan Pupau Pulau Lease.
Sementara itu, Ketua Save Romang, Colins Lepuy dalam orasinya yang dilakukan di depan kantor Gubernur mempertanyakan penggunaan Merkuri oleh PT GBU, yang telah melebihi ambang batas dan ketentuan dari pemerintah.
"Ini yang kemudian ditemukan telah terjadi pengolahan di lapangan, dan hal ini perlu disikapi pemerintah daerah Maluku," pungkasnya
Pihaknya juga mempertanyakan statement Gubernur untuk menutup aktivitas PT GBU, namun nyatanya sampai saat ini belum juga dilakukan.
"Kami masyarakat meminta kejelasan dan sikap dari Gubernur," pintanya.
Sedangkan dari pihak PT GBU George Filiph loswtar ahli pertambangan belum bisa memberikan komentar apapun, sambil menunggu hasil kajian akhir atau kesimpulan dari tim kajian lingkungan Universitas Pattimura.