Kemenag Ambil Alih Kewenangan MUI Soal Sertifikasi Produk Halal

Kemenag Ambil Alih Kewenangan MUI Soal Sertifikasi Produk Halal
Foto : SM/dok
JAKARTA – Kementerian Agama mengambil alih kewenangan Majelis Ulama Indonesia dalam sertifikasi produk halal. Meski demikian, MUI tetap berperan dalam mengeluarkan fatwa yang menjadi dasar penetapan kehalalan suatu produk yang dikonsumsi masyarakat.

Pengambilalihan itu dilakukan setelah pemerintah resmi membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang menjadi amanat UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).

BPJPH menjadi bagian dari struktur Kemenag. Kasubdit Produk Halal Kemenag Siti Aminah mengatakan, MUI masih berperan besar dalam menentukan sertifikasi halal sebuah produk.

"MUI tetap berperan. Sertifikasi halal tidak bisa dikeluarkan oleh Kementerian Agama tanpa ada fatwa Keputusan Penetapan Kehalalan Produk dari MUI," kata Siti Aminah, Minggu (20/11). Hal senada dikatakan Sekretaris Jenderal Kemenag Nur Syam.

"Peran MUI sangat besar karena fatwa datang dari MUI. Pemerintah hanya memfasilitasi pendaftaran dan mengeluarkan sertifikat," kata N u r Syam seperti dilansir laman resmi Kementerian Agama. Proses sertifikasi halal nantinya diawali pemeriksaan data usulan dari industri oleh BPJPH.

BPJPH akan mengembalikan kepada pengusul jika data usulan tersebut tidak lengkap. Jika lengkap, usulan akan diteruskan ke Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). "Hasil pemeriksaan LPH akan kami serahkan ke MUI. Dari sinilah fatwa halal didapatkan. Jika produk dinyatakan halal, MUI akan mengeluarkan fatwa halal," kata Nur Syam.

Fatwa itu diserahkan ke BPJPH yang kemudian mengeluarkan sertifikasi halal. MUI juga bisa bertindak sebagai penilai petugas atau pihak yang bisa menjadi pemeriksa (penyelia) produk halal di LPH.

''MUI punya peran besar. MUI itu kan kumpulan ulama dari berbagai macam organisasi. Jadi, pemerintah mempercayakan kewenangan halal pada MUI.'' UU JPH memberi ruang bagi organisasi kemasyarakatan (ormas), perguruan tinggi keagamaan (PTK), ataupun perguruan tinggi umum untuk memiliki LPH.

Peran LPH dalam UU JPH adalah memeriksa atau menganatomi kandungan sebuah produk. Namun demikian, mereka harus bekerja sama dengan MUI selaku penentu petugas yang berwenang memeriksa kehalalan produk. Mantan Dirjen Pendidikan Islam itu menambahkan, di beberapa negara, jaminan produk halal menjadi kewenangan pemerintah.

Dengan BPJPH, pemerintah diharapkan hadir dalam memberi perlindungan kepada masyarakat terkait makanan, minuman, serta produk lain. ''Pemerintah harus hadir dalam JPH, karena persoalan halal ini juga menyangkut G to G (government to government atau antarpemerintah). Jadi, pemerintah harus hadir di tengah perdagangan itu,''terangnya.

Permudah Audit

Dalam workshop jurnalistik di Kemenag, baru-baru ini, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag Muhammad Tambrin mengatakan, BPJPH berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Agama.

Tambrin menjelaskan secara terperinci kewenangan BPJPH, antara lain merumuskan dan menetapkan kebijakan jaminan produk halal; menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria JPH menerbitkan dan mencabut sertifikat halal dan label halal sebuah produk melakukan registrasi sertifikat halal pada produk luar negeri serta melakukan sosialisasi, edukasi, dan publikasi produk halal.

Kewenangan lain yakni mengakreditasi Lembaga Pemeriksa Halal, melakukan registrasi auditor halal; mengawasi JPH; serta melakukan kerja sama dengan lembaga dalam dan luar negeri di bidang penyelenggaraan JPH. Selain soal kewenangan menerbitkan sertifikat halal, ada beberapa poin yang menguntungkan pemerintah dengan keberadaan BPJPH.

Salah satunya adalah mempermudah audit. Audit bisa dilakukan atas permintaan Menteri Agama atau jika ada laporan dari masyarakat tentang penyalahgunaan kewenangan. Jika diketahui BPJPH melakukan jual-beli sertifikat halal, maka Inspektorat Jenderal Kemenag bisa mengusut.

Keuntungan lain, dana yang diperoleh dari sertifikasi halal bisa dimasukkan ke kas negara melalui jalur penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Karena itu, besaran tarif sertifikasi bakal ditetapkan oleh Kementerian Keuangan. (sm,cnn,dtc)

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :